A. Perspektif Islam Terhadap Aliran Nativisme
Fitrah yang disebut
dalam Q.S al-Rum (30):30; Q.S al-Adalah’raf (7):172, mengandung
implikasi kependidikan bahwa di dalam diri manusia terdapat potensi
dasar beragama yang benar dan lurus (al-din al-qayyim) yaitu agama
Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau
lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak
akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi
manusia.
Berdasar interprestasi demikian, maka pendidikan Islam “bisa
dikondisikan” berfaham nativisme, yaitu suatu faham yang menyatakan
bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak ditentukan oleh
potensi dasarnya.
Aliran ini merupakan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut
ditentukan pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan
kurang berpengaruh pendidikan dan perkembangan anak. Tokoh utama aliran
ini adalah Schopenhauer, dalam artinya yang terbatas juga dapat kita
masukkan dalam golongan ini Plato, Descartes, Lombroso dan
pengikut-pengikutnya yang lain. Para ahli yang mengikuti pendirian ini
biasanya mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan menunjukkan
berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya.
Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka kemungkinannya adalah besar bahwa
anaknya juga akan menjadi ahli musik; kalau ayahnya seorang pelukis,
maka anaknya juga akan menjadi pelukis, kalau ayahnya seorang ahli
fisika, maka anaknya ternyata juga menjadi ahli fisika, dan sebagainya.
Pokoknya keistimewaan – keistimewaannya dimiliki orang tua juga dimilki
oleh anaknya.
Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan,
Schopenhauer (filsuf Jerman (1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir
sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil
akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak
lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan
oleh anak didik itu sendiri. Ditentukan bahwa “yang jahat akan menjadi
jahat, dan yang baik akan menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai
dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk
perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme, dari asal kata natie yang
artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada
artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak
memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau
anak memilki pembawaan baik maka dia akan menjadi orang baik. Pembawaan
baik dan buruk ini tidak dapat diubah dari kekuatan luar.
Sebuah sabda Nabi SAW yang dapat dijadikan sumber pandangan nativisme seperti tersebut, di atas adalah sebagai berikut:
“Setiap orang
dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah (potensi dasar untuk beragama),
maka setelah itu orang tuanya mendidik menjadi beragama Yahudi, dan
Nasrani, dan Majusi; jika orang tua keduanya beraga Islam, maka anaknya
menjadi muslim (pula)”. (H.R. Muslim dalam kitab Shahih, Juz. II, p.
459).
Pengertian yang bersumber dari dalil di atas diperkuat oleh
Syech Muhammad Abduh dalam Tafsirnya yang berpendapat bahwa agama Islam
adalah agama fitrah. Pendapat Muhammad abduh ini serupa dengan pendapat
Abu Adalah’la Al-Maududi yang menyatakan bahwa agama Islam adalah
identik dengan watak tabi’y manusia (human nature). Demikian pula
pendapat Syyid Qutb yang menyatakan bahwa Islam diturunkan Allah untuk
mengembangkan watak asli manusia (human nature), karena Islam adalah
agama fitrah.agama Islam sebagai agama fitrah disamakan oleh Ibnu Qayyim
dengan kecenderungan asli anak bayi yang secara instinktif (naluriah)
menerima tetek ibunya. Manusia menerima agama Islam bukan karena
paksaan, melainkan karena adanya kecenderungan asli itu yaitu fitrah
Islamiah.
B. Perspektif Islam Terhadap Aliran Empirisme
Dalil-dalil
yang dapat diinterpretasikan untuk mengartikan “fitrah” yang mengandung
kecenderungan yang netral ialah antara lain sebagai berikut:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui
sesuatu apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan
hati”. (An-Nahl 78).
Firman Allah di ats menjadi petunjuk bahwa
kita harus melakukan usaha pendidikan, sebab dengan potensi pendengaran,
penglihatan, dan hati, manusia bisa dididik.
Dengan Surat Al-‘Alaq, 3 – 4 dinyatakan oleh Allah sebagai berikut:
“Bacalah, dan Tuhan-Mu yang Maha Mulia yang mengajar kamu dengan kalam
(pena); dia mengajar manusia dengan sesuatu yang tidak ia ketahui”.
Ayat
tersebut juga menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar, niscaya
tidak akan mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan
hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika
diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan kemampuan
menulis dengan pena dan membaca dalam arti luas, yaitu tidak hanya
dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersirat di
dalam ciptaan Allah.
Fitrah sebagai faktor pembawa sejak lahir
manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan luar dirinya, bahkan ia tak
akan dapat berkembangan sama sekali bila tanpa adanya pengaruh dari
lingkungan itu. Sedang lingkungan itu sendiri juga dapat diubah bila
tidak favorable (tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan cita-cita
manusia).
Dari interpretasi tentang fitrah di atas dapat disimpulkan
bahwa meskipun fitrah itu dapat dipengruhi oleh lingkungan, namun
kondisi fitrah tersebut tidaklah netral terhadap pengaruh dari luar.
Potensi yang terkandung di dalamnya secara dinamis mengadakan reaksi
atau responsi (jawaban) terhadap pengaruh tersebut.
Jika kita
mempercayai paham John Lock sebagai dalil bahwa jiwa anak sejak lahir
berada dalam keadaan suci bersih bagaikan meja lilin (tabula rasa) yang
secara pasif menerima pengaruh dari lingkungan eksternal, berarti kita
tidak menghargai banih-benih potensial manusia yang dapat
dikembang-tumbuhkan melalui pengaruh pendidikan. Sikap demikian akan
membawa pikiran kita ke arah paham Empirisme dalam pendidikan yaitu
paham yang memandang bahwa pengaruh lingkungan eksternal termasuk
pendidikan merupakan satu-satunya pembentuk dan penentu perkembangan
hidup manusia.
Telah dibuktikan oleh para ahli psikologi dan
pendidikan yang berpaham Behaviorisme bahwa perkembangan manusia
tidaklan secara mutlak ditentukan oleh pengaruh lingkungan eksternal,
sehingga seolah-olah ia menjadi budaknya lingkungan. Mereka membuktikan
bahwa meskipun seseorang yang hidup dalam lingkungan yang sama dengan
orang lain, dan masing-masing akan memberikan respon yang sama terhadap
stimulus (rangsangan) yang sama namun dengan cara yang berbeda.
C. Perspektif Islam Terhadap Aliran Empirisme
Konsepsi
Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa setiap manusia diberi kecenderungan
nafsu untuk menjadikannya kafir yang ingkar terhadap Tuhan-Nya, adalah
firman Allah dalam surat Asy-Syams, ayat 7 – 10.
Firman tersebut dapat dijadikan
sumber pandangan bahwa usaha mempengaruhi jiwa manusia melalui
pendidikan dapat berperan positif untuk mengarahkan perkembangannya
kepada jalan kebenaran yaitu Islam. Dengan tanpa melalui usaha
pendidikan, manusia akan terjerumus ke jalan yang salah atau sesat yaitu
menjadi kafir. Firman Allah berikut ini menunjukkan bahwa manusia
diberi kebebasan untuk memilih antara dua jalan, yang benar atau yang
sesat. Jalan yang benar terbentang jelas dan jalan sesat juga terbentang
jelas.
“Dan Aku tunjukkan dua macam jalan (jalan yang benar dan jalan yang sesat”. (Al-Balad, 10).
“Sesunguhnya Aku telah menunjukkannya jalan itu; (tapi) ada kalanya ia
mensyukurinya (mengikuti jalan itu) dan ada kalanya ia mengkufurinya
(mengingkarinya)”. (Al-Insan, 3).
Ayat tersebut di
atas kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrah-Nya, manusia
diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah.
Kemampuan memilih tersebut, mendapatkan pengarahan dalam proses
kependidikan yang mempengaruhinya.
Jelaslah bahwa faktor kemampuan
memilih yang terdapat di dalam fitrah (human nature) manusia berpusat
pada kemampuan berfikir sehat (berakal sehat), karena akal sehat mampu
membedakan hal-hal yang benar dari yang salah. Sedangkan seseorang yang
menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang yang
berpendidikan sehat. Dengan demikian berfikir benar dan sehat adalah
merupakan kemampuan fitrah yang dapat kembangkan melalui pendidikan dan
latihan.
Sejalan dengan interpretasi tersebut maka kita dapat
mengatakan bahwa pengaruh faktor lingkungan yang disengaja yaitu
pendidikan dan latihan berproses secara interaktif dengan kemampuan
fitrah manusia. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam berproses secara
konvergensis, yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam
pendidikan Islam.
Perintis aliran ini adalah William Stern (1887 -
1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun
pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan
sama-sama memilki peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa waktu
lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan
yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang
baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau
memang pada dari anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk
mengembangkan itu.
William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan
itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang
menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut:
a. Pembawaan.
b. Lingkungan.
c. Hasil pendidikan / perkembangan.
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
2.
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Monday, May 13, 2013
PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI
Posted by Unknown 0 comments
Labels: Makalah Syari'ah
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DALAM PSIKOLOGI
A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Istilah
“pertumbuhan” dan “perkembangan” sering digunakan seseorang, kedua
istilah itu digunakan secara silih berganti dengan maksud yang sama.
Tetapi istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dan perbedaan
itu masih jarang diperhatikan.
Menurut Drs. E. Usman Effendi dan
Drs. Juhaya S. Praja mengatakan bahwa pertumbuhan diartikan suatu
penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensi daripada tubuh
serta bagian-bagiannya. Sedangkan “perkembangan” dimaksudkan untuk
menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk/bagian tubuh dan integrasi
perbagai bagianya kedalam suatu kesatuan fungsional bila pertumbuhan itu
berlangsung.
Menurut Prof. Dr. F. J. Monks, prof. Dr. A. M. P.
Knoers, dan Dr. Siti Rahayu Haditono menjelaskan bahwa pengertian
perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang
menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali seperti suatu
pertunjukan sandiwara.
Berdasaarkan pendapat diatas maka dapat di
ambil suatu pengertian bahwa pertumbuhan dan perkembangan mengandung
pengertian adanya perubahan dan pertambahan yang terjadi dalam tubuh
manusia, yaitu pertumbuhan dimaksudkan suatu perubahan-perubahan secara
kuantitatif yang berhubungan dengan fisik, misalnya: perubahan kecil
menjadi besar, perubahan pendek menjadi panjang atau tinggi. Sedangkan
yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
bersifat kualitatif yang berkaitan dengan fungsi-fungsi psikis
(kejiwaan) dan fisik (organ tubuh). Fugsi-fungsi fisik dan psikis ini
mengadakan perubahan yang sifatnya sederhana menjadi lebih sempurna.
Perkembangan fungsi ini dapat dibedakan menjadi beberapa bagian:
1. Perkembangan Fungsi Struktual
Di
dalam organisme manusia yang sangat kompleks kiranya sulit diadakan
pembedaan antara aspek dan manifestasinya sebagaimana kita ketahui
adanya saling berhubungan dan saling bergantungan, yaitu mengenai gejala
pertumbuhan fisik kita mengetahui adanya aspek perubahan yaitu
pertumbuahn dan kematanngan. Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa
pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat kuantitatif pada tubuh karena
bertambahnya umur. Sedangkan kematangan adalah sempurnanya pertumbuhan
dan perkembangan didalam organisme atau juga disebut waktu matang.
Pertumbuhan
dan kematangan merupakan dua aspek perkembangan fisik yang berlainan,
namun antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya
pertumbuhan juga mempunyai aspek kualintatif.
2. Perkembangan Fungsional
Berfungsinya
sesuatu orang dimulai pada waktu strukturnya cukup unutuk berkembang
dan berfungsi, perkembangan fungsional terjadi lewat proses belajar,
misalnya perkembangan intelegensinya, ketrampilanya berbicara, dan
mengadakan komunikasi dengan lingkunganya, proses belajar merupakan
perubahan berkat adanya pengalaman yang diperoleh seseorang, yaitu
sebagai hasil interaksinya dengan dunia sekitarnya.
3. Perkembangan Kepribadian
Teori
psikonalia mengenai perkembangan kpribadian berlandasakan dua premis.
Pertama, premis bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis
pengalaman masa kanak-kanak awal. Kedua, energi libido ada sejak awal,
dan kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang
bersumber pada proses-proses naluriyah organisme.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Perkembangan
manusia itu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor pembawaan atau
hereditas dan faktor lingkungan atau alam sekitar tempat manusia itu
berada.
1. Faktor Pembawaan (Hereditas)
Yang dimaksud dengan
faktor pembawaan (hereditas) ialah sifat-sifat kecenderungan yang
dimiliki oleh setiap manusia sejak masih dalam kandungan sampai lahir.
2. Faktor Lingkungan.
Faktor
lingkungan disebut juga faktor eksteren yaitu faktor yang berasal dari
luar diri manusia, faktor ini dapat berupa pengalaman-pengalaman,
pendidikan, alam sekitar dan sebagainya. Semuanya akan memberi pengaruh
terhadap manusia dalam perkembanganya.
Dalam perkembangan manusia
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebet diatas, menimbulkan
bermacam-macam teori perkembangan, ialah :
a. Teori Nativisme
Teori
ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan semata-mata
oleh faktor pembawaan yang telah dibawa sejak lahir. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sewaktu manusia itu dilahirkan telah dibekali
potensi-potensi tertentu yang akan menentukan perkembangannya. Sedangkan
faktor lingkungan termasuk didalamnya pendidikan tidak mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan manusia itu. Teori ini dikemukakan oleh
Schopenhauer.
b. Teori Empirisme
Teori ini berpendapat bahwa
perkembangan manusia akan ditentikan oleh lingkungan termasuk pendidikan
selama perkembangannya. Teori ini bertentangan dengan teori nativisme
sebagai mana tersebut diatas. Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa
manusia yang dilahirkan itu merupakan kertas putih yang belum ditulis
apapun. Jadi masih benar-benar bersih tanpa tulisan. Kemudian akan
menjadi apakah kertas semacam itu? Hal ini tergantung kepada peranan
lingkungan dan pendidikan yang diperoleh manusia(individu) selanjutnya.
Teori empiris ini dipelopori oleh John Locke.
c. Teori konvergensi
Teori
konvergensi ini merupakan gabungan antara teori nativisme dengan teori
empirisme. Teori ini dikemukakan oleh William Stern. Menurut pendapatnya
bahwa faktor-faktor diatas baik pembawaan maupun lingkungan yang
termasuk didalamnya pendidikan mempunyai peranan penting dalam
perkembangan manusia. Jadi perkembangan manusia itu ditentukan oleh
faktor pembawaan dan faktor lingkungan(pendidikan). Sedangkan bakat atau
dasar sebagai kemungkinan yang telah ada pada masing-masing
individu(manusia) perlu membutuhkan lingkungan yang sesuai agar hal itu
dapat berkembang sebaik-baiknya.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Manusia
Tahap-tahap
perkembangan manusia yang dimaksud ialah pembagian seluruh masa
perkembangan seseorang kedalam fase-fase atau periode-periode tertentu
selama dalam kehidupannya. Pada garis besarnya tahap-tahap perkembangan
manusia itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Tahap Perkembangan Berdasarkan Biologik
Sebagian
para ahli mengadakan tahap perkembangan manusia itu berdasarkan
gejala-gejala yang tampak pada perubahan fisik atau berdasarkan proses
biologik tertentu. Salah satu tokoh yang berpendapat demikian itu adalah
Aristoteles. Beliau menggambarkan pembagian tahap perkembangan anak
sejak lahir sampai dewasa itu dalam tiga periode yang lamanya
masing-masing tujuh tahun :
Fase I : dari 0;0 sampai 7;0 masa anak kecil, masa bermain.
Fase II : dari 7;0 sampai 14;0 masa anak belajar atau masa anak sekolah rendah.
Fase III : dari 14;0 sampai 21;0 masa remaja atau pubertas dari masa anak menjadi dewasa.
Periodesasi
ini didasarkan atau gejala dalam perkembangan jasmaniah. Hal ini mudah
ditunjukkan; antara fase I dan fase II dibatasi oleh pergantian gigi,
antara fase II dan fase III ditandai oleh mulai bekerjanya perlengkapan
kelamin(misalnya kelenjar).
2. Tahap Perkembangan Berdasarkan Dedaktif
Dasar
yang digunakan para ahli untuk menentukan pembagian tahap perkembangan
manusia ini ialah tingkat-tingkat perkembangan anak dan cara bagaimana
mendidiknya dengan cara-cara tertentu. Kedua tahap tersebut diatas
dilaksanakan secara bersama-sama. Salah satu tokoh yang mengadakan
pembagian ini, ialah Jean Jacques Rousseau. Beliau berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan
tahap-tahap yang lain.
Adapun tahap-tahap perkembangan itu adalah sebagai berikut:
Tahap I : Dari umur 0;0 sampai 2;0 tahun. Tahap ini disebut tahap asuhan.
Tahap II : Dari umur 2;0 sampai 12;0 tahun. Tahap ini dinamakan tahap pendidikan jasmani dan latihan-latihan pancaindera.
Tahap III : Dari umur 12;0 sampai 15;0 tahun. Tahap ini disebut tahap pendidikan akal pikiran.
Tahap IV : Dari umur 15;0 sampai 20;0 tahun. Tahap ini disebut tahap pembentukan watak (karakter) dan pendidikan agama.
3. Tahap Perkembangan Berdasarkan Psikologik.
Para
ahli yang mengiti pendapat ini menyatakan bahwa tahap perkembangan
manusia itu mendasarkan diri kepada perkembangan keadaan psikologi pada
suatu masa tertentu. Golongan yang menjadi pelopor dalam tahap
perkembangan ini adalah oswald kroh. Kroh ini berpendapat bahwa
pengalaman-pengalaman psikologi umumnya ditentukan oleh kegoncangan yang
menandai tahap yang satu ketahap yang lain. Dengan demikian Kroh
membagi tahap-tahap perkembangan ini sebagai berikut:
Tahap I : mulai umur 0;0 sampai 3;0 tahun yang biasanya disebut juga masa kanak-kanak awal.
Tahap II : mulai umur 3;0 sampai 13;0 tahun yang disebut juga masa keserasian sekolah.
Tahap
III : mulai umur 13;0 sampai akhir masa remaja yang biasanya disebut
masa kematangan. Untuk menentukan umur berapa berakhirnya masa remaja
itu, tidak dapat ditentukan dengan pasti tetapi pada umumnya sebagai
perkiraan pada umur 21;00 tahun.
Demikianlah tahap-tahap perkembangan manusia berdasarkan pendapat para ahli psikologi.
Posted by Unknown 0 comments
Labels: Makalah Tarbiayah
PENDIDIKAN MELALUI ‘IBRAH DAN MAU’IZA
A. Pendidik Melalui ‘Ibrah
1. Pengertian ‘Ibrah
‘Ibrah berasal
dari kata ‘abara ar-tu’ya yang berarti menafsirkan mimpi dan
memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpi, atau keadaan
setelah kematiannya dan ‘abara al-wadi berarti melintasi lembah dari
ujung satu ke ujung lain yang berlawanan. Artinya:-Raghib berkara asal
makna kata al-ibr adalah melintasi keadaan satu ke keadaan yang lain dan
kata ‘ubur dikhususkan untuk makna melintas di atas air. Dalam
penafsiran surat Yusuf, Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa
al-‘itibar wal’ibrah berarti keadaan yang mengantarkan dari satu
pengetahuan yang terlihat menuju sesuatu yang tidak, atau jalasnya
berartimerenung dan berfikir.
2. Jenis ‘Ibrah Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunah
a. ‘Ibrah melalui kisah
Setiap
kisah Qur’ani atau nabawi memilki tujuan kependidikan ketuhanan. ‘Ibrah
melalui kisah hanya dapat dicapai oleh orang yang berfikir sadar dan
orang yang hawa nafsunya tidak mengalahkan akal dan fitrah. Artinya, dia
mampu menarik kesimpulan dari kisah tersebut. Sehubungan dengan itu,
Allah SWT berfirman setelah menurunkan kisah Yusuf (Q.S. Yusuf III)
Pelajaran yang
dapat kita ambil dari kisah Yusuf adalah kekuasaan Allah untuk
menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan ke sumur, membebaskannya setelah
terkurung dalam penjara, mendidiknya menjadi raja setelah
diperjual-belikan sebagai budak dengan harga rendah. Mengokohkan
kedudukannya di muka bumi setelah tertawan dan terpenjara lama.
Menjadikannya mulia di hadapan saudara-saudaranya yang dulu
menzaliminya, serta menyatukan diri kembali dengan ayah dan
saudara-saudaranya setelah lama berpisah.
b. Mengambil pelajaran dari nikmat dan makhluk Allah
Berbagai
nikmat dan makhluk Allah yang telah disediakan bagi manusia dapat juga
menjadi “ibrah bagi manusia sebagaimana Firman Allah berikut ini dalam
Q.S. an-Nahl: 66-67.
c. Mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa sejarah
Al-Qur’an
telah mengisyaratkan beberapa peristiwa yang menonjol dan memilki
kaitan dengan peristiwa sesudahnya. Seperti perang badar dan ahzhab.
Al-Qur’an pun mengisyaratkan pelajaran dari berbagai peristiwa itu,
seperti dari perang Bani Nadhir, dmana Allah menyifati kejelasan mereka
dengan Firmannya dalam Q.S. al-Hasyir ayat 2.
Kaum kafir yang banyak melihat
kaum muslimin yang sedikit bagaikan dua kali jumlah mereka, hal itu
merupakan aturan dan pertolongan Allah. Dia mengimajinasikan jumlah kaum
muslimin yang banyak kepada kaum musyrikin sehingga hati mereka
berguncang dan ketakutan. Dari parestiwa itu kita dapat mengambil ‘Ibrah
bahwa kekuatan Allah dalam surat (an-Nur : 44).
3. Teknik Pengambil Pelajaran dari Suatu Peristiwa (Ibrah)
a. Eksperimen.
Tujuan
teknik eksperimen agar peserta didik mampu mencari dan menemukan
sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya
dengan mengdakan percobaan sendiri.
b. Teknik penyajian kerja lapangan.
Tujuan
penyajian teknik kerja lapangan ini agar peserta didik dapat menghayati
dan partisipasi aktif dalam proses pekerjaan itu, serta menjadikan
kebiasaan dengan dirinya untuk memahami masalah, hambatan, dan
penyelesaian pekerjaan yang dihadapi.
c. Teknik penyajian secara kasus.
Teknik
yang dilakukan dengan cara mengajar peserta didik melalui penyajian
suatu kasus yang dialami oleh peserta didik sendiri aatau orang lain.
d. Teknik penyajian Non-Directive.
Teknik
yang dilakukan dengan cara mengajar peserta didik melalui keterlibatan
dan kebiasaannya dalam melakukan observasi data yang diperoleh serta
membuat kesimpulan sendiri.
B. Mendidik Melalui Mau’izah
Metode
al-Mau’idah, yakni metode pendidikan Islam yang menerapkan
nasehat-nasehat secara lesan maupun tulisan melalui berbagai
perumpamaan, cerita dan sindiran.
Di dalam kamus al-Muhith terdapat
kata “wa’azhahu ya’izhhu, wa’izhah” yang berarti mengingatkannya”
terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan hatinya dan sesuatu itu dapat
berupa pahala maupun siksa, sehingga dia menjadi ingat. Mau’idhah ialah
nasehat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan
pahala atau ancamannya.
Rasyid Ridha, tatkala menafsirkan surat
al-Baqarah ayat 232, menyimpulkan bahwa mau’izah adalah nasehat dengan
cara menyntuh kalbu (lihat al-Nahlawi. 189: 403). Kata wa’z hu dapat
berarti macam-macam:
Pertama, berarti nasehat, yaitu kajian bahasan
tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasehati untuk
mengamalkannya. Nasehat baik itu harus bersumber pada yang Maha baik,
yaitu Allah.
Kedua, Mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang
memberi nasehat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasehat itu
meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasehati tergerak untuk
mengikuti nasehat itu. Dalam sebuah hadits diceritakan: Rasullulah SAW
menasehati kami dengan nasehat yang menyentuh, yang membuat hati kami
bergetar, dan karenanya mata kami mengeluarkan air mata. Maka kami
berkata, “Wahai Rasullulah, seakan-akan ia merupakan nasehat orang yang
menitipkan maka nasehatilah kepada kami.” (hadits, lihat al-alnahwawi,
1989: 410).
Nasehat yang menggetarkan hanya mungkin bila:
Yang memberi nasehat merasa terlibat dalam isi nasehat itu, jadi ia sering dalam memberi nasehat.
Yang menasehati harus merasa perhatian terhadap nasib orang yang dinasehati.
Yang menasehati harus ikhtiar, artinya lepas dari kepentingan pribadi secara duniawi.
yang memberi nasehat berulang-ulang melakukannya.
Analisi Terhadap Konsep Dan Bentuk Nasehat.
Berdasarkan
perenungan terhadap tafsir al-Manar dan tafsir lain tentang ayat-ayat
al-Qur’an yang mengandung kata wa’azha dapat disimpulkan bahwa nasehat
memilki beberapa bentuk dan konsep, dan yang terpenting adalah:
1.
Pemberian nasehat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan
sesuatu dengan tujuan agar orang yang dinasehati menjahui kemaksiatan
sehingga terarah pada sesuatu yang dapat mewujudkan kebahagiaan dan
keuntungan. Syarat terpenting ketulusan nasehat harus datang dari
penasehat yang tidak menyandarkan pemberian nasehatnya pada kepentingan
duniawi dan material dari diri pribadi. Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan hal ini tatkala menuturkan dialok yang terjadi antara para
Rasul dengan kaumnya. Allah berfirman melalui seruan kepada Rasul-Nya,
Muhammad SAW dalam surat al-Furqan: 57.
2.
Pemberian peringatan dalam hal ini si pemberi nasehat harus menuturkan
kembali konsep-konsep dan peringatan-peringatan ke dalam ingatan objek
nasehat sehingga konsep dan peringatan itu dapat menggugah berbagai
perasaan dan emosi yang mendorongnya untuk melakukan amal soleh dan
segera menuju ketaatan kepada Allah serta pelaksanaan berbagai
perintah-Nya.
Peringatan dapat terjadi melalui berbagai sarana diantaranya:
Pertama,
peringatan melalui kematian. Dalam hal ini, Umar bi Khatab menyeru
dirinya sendiri tentang kematian tersebut: “Hai Umar, cukuplah kematian
sebagai juru nasehat”. Rasa takut kepad Allah dan perhitungan setelah
kematian dihadapan Allah menjadikan Umar mengucurkan air mata yang
bekasnya jelas dikedua piinya.
Kedua, peringatan melalui sakit.
Kehidupan senantiasa ancam berbagai musibah dan penyakit. Kedatangan
musibah atau penyakit merupakan perkara yang mengejutkan manusia dan
tidak jarang menjadi penyebab meninggalnya seseorang. Sehubungan dengan
itu, Rasullulah SAW bersabda: “Ya Allah, tiada kehidupan kecuali
kehidupan di akhirat.” Dan Allah berfirman dalam surat (al-Ankabut: 64)
Ayat tersebut merupakan nasehat bagi orang yang berakal,
memikirkan kehidupan, serta keadaan dunia yang terus berkurang dan
menyusut. Dan ini menyebabkan halnya rasa tunduk, rasa takut, dan rasa
taat kepada berbagai perintah Allah sehingga mereka tersadarkan dari
kekeliruan dan penyelewengan hidup.
Ketiga, peringatan melalui hari
perhitungan amal, yaitu hari bergantinya bumi dan langit menjadi bumi
dan langit yang berbeda dengan yang ada sekarang. Peringatan itu kadang
disertai berbagai nasehat, seperti yang terjadi dalam Q.S. ath-Thalaq:
2).
Posted by Unknown 0 comments
Labels: Makalah Tarbiayah