AMALIYAH TADRIS DALAM MENINGKATKAN
POTENSI SANTRI MENJADI USTADZ
1. Pengertian
Amaliyah tadris/praktek mengajar adalah suatu kegiatan
dalam bentuk latihan mengajar yang dilaksanakan oleh seseorang secara
terbimbing untuk mendapatkan ketrampilan dalam memberikan pelajaran dan
ditempuh dalam waktu tertentu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi suatu
program.
Aspek universal dan esensial dalam pendidikan guru
adalah praktek mengajar/amaliyah tadris. Amaliyah tadris/praktek
mengajar merupakan keharusan, tetapi ia masih jauh dari sempurna dan masih
memerlukan banyak perubahan. Dan salah satu sebab kenapa praktek mengajar itu
tidak seefektif yang diharapkan ialah karena pelajar-pelajar tidak disiapkan
sebagaimana mestinya.
Praktek mengajar tersebut merupakan kegiatan yang
berorientasi pada penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di sekolah, maka
hal tersebut sangat penting bagi siswa calon guru sebagai bekal persiapan
mengajar dalam rangka penyampaian pengetahuan dan bimbingan kepada anak didik,
juga sangat berguna dan menentukan sukses/gagalnya calon guru tersebut dalam
jabatannya sebagai guru kelak. Dan praktek mengajar dilakukan di dalam kelas,
dimaksudkan untuk melatih sikap mental dan performance siswa calon guru
untuk tampil di depan kelas. Selama berlatih praktek mengajar selalu dimonitor
dalam keadaan terkontrol oleh pembimbing.
Pada umumnya praktek mengajar dilaksanakan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Fase Induksi
atau Orientasi
Dalam fase ini
para calon/siswa mendapat penerangan dan petunjuk umum tentang praktek mengajar. Fase ini juga
dimaksud mempersiapkan para calon mengenai segala sesuatu yang berkenaan dengan
rencana praktek. Selanjutnya dalam fase orientasi ini ditanamkan sikap yang
baik dan wajar dan ketrampilan-ketrampilan praktis yang sangat penting, antara
lain:
1)
Disiplin
(sikap mental) tahu arti dan penggunaan waktu seefisien mungkin.
2)
Kode etik
(tata cara pergaulan), tingkah laku, cara-cara berpakaian menurut etika guru
yang baik.
3)
Sikap fisik.
4)
Penggunaan
alat-alat pelajaran.
5)
Penggunaan
alat-alat indera.
6)
Cara-cara
memberikan giliran.
7)
Cara-cara
memberikan support/motivasi.
8)
Cara-cara
memberikan hukuman.
9)
Persiapan
mengajar.
10)
Menulis dan
menggambar di papan tulis.
11)
Membuat dan
menyampaikan laporan.
12)
Didaktik
umum.
13)
Metodik
khusus tiap mata pelajaran.
Langkah orientasi
ini dapat dikatakan sebagai suatu summarizing
dari sekian banyak ilmu keguruan
baik teori maupun praktis. Dalam langkah ini diusahakan adanya titik pertemuan
antara teori dan masalah-masalah nyata dalam praktek mengajar.
b. Fase
Observasi
Pada fase ini para siswa diberi kesempatan melakukan
pengamatan yang seksama mengenai segala sesuatu the real fact (keadaaan
yang sesungguhnya). Misalnya perlengkapan fisik bangunan, halaman, kebersihan,
perlengkapan. Calon akan memperoleh penjelasan tentang bagaimana kebijaksanaan
yang ditempuh oleh kepala sekolah dalam mengendalikan sekolahnya.
c.
Fase Try Of Wing
Fase ini calon
guru sewaktu-waktu dicoba oleh pembimbingnya untuk berpraktek di depan kelas.
Maka para calon harus senantiasa mempersiapkan diri untuk tugas demikian.
d. Fase
Partisipasi
Para calon diberi kesempatan khusus untuk berpraktek
mengajar selama beberapa kali dengan bimbingan dan pengawasan guru pembimbing.
Dalam fase ini biasanya setiap hari dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan
guru pembimbing. Maksudnya agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai bidang-bidang profesinya dan menghilangkan kelemahan-kelemahan dan
kekurangan-kekurangan yang telah dilakukan.
e.
Fase
Evaluasi
Para siswa dinilai
ketrampilannya sebagai guru kelas. Dalam penilaian dilakukan oleh guru
pembimbing sejak calon untuk pertama kalinya mengikuti latihan praktek. Puncak
dari pengawasan ialah terletak pada ujian praktek. Mungkin juga untuk
melengkapi bahan penilaian para calon diwajibkan menyusun sebuah karangan
tentang pengalamannya selama melaksanakan praktek mengajar.
Adapun petugas
yang secara langsung bertanggung jawab atas jalannya dan hasil-hasil praktek
mengajar terdiri dari guru pamong, dan kepala sekolah.
Guru pamong adalah
guru yang bertanggung jawab membimbing para calon selama praktek mengajar
berlangsung dan umumnya terdiri dari guru-guru sekolah tempat praktek.
Kepala sekolah,
bertanggung jawab disamping memberikan fasilitas yang dibutuhkan tetapi juga
turut memberikan bimbingan dan pengawasan atas jalannya dan hasil dari latihan
praktek mengajar di sekolahnya.
Latihan praktek
keguruan/mengajar penting bagi setiap calon guru sebagai bekal persiapan dalam
rangka penyampaian pengetahuan dan bimbingan kepada murid-murid. Latihan ini
sangat berguna dan menentukan sukses atau gagalnya calon tersebut dalam
jabatannya sebagai guru kelak. Dalam latihan praktek keguruan/mengajar ini para
calon guru dilatih menunjukkan keaktifannya dan kemampuannya kepada murid, guru
pamong, guru pengawas dan kepala sekolah, para calon guru harus berlatih
bekerja dan berusaha sebaik mungkin.
Pengalaman pra
praktek mengajar harus dimulai dengan observasi
terhadap anak-anak, diikuti dengan interaksi
dengan anak-anak, diikuti dengan observasi
terhadap situasi pengajaran, dan akhirnya dengan pelajaran laboratorium,
yang belakangan telah dikembangkan dan biasanya disebut pengajaran mikro (micro-teaching). Sesudah itu barulah
pelajar/siswa siap untuk memulai praktek mengajar, yang merupakan pengalaman
terpenting dalam pendidikan guru. Pengajaran mikro merupakan salah satu cara
latihan praktek mengajar.
2.
Tujuan
Mengajar dan Tujuan Amaliyah Tadris
a. Tujuan
Mengajar
Setiap usaha dan perbuatan
manusia, biasanya mempunyai tujuan-tujuan tertentu, sebagaimana dimaklumi,
bahwa mengajar adalah memberikan ajaran-ajaran berupa ilmu pengetahuan kepada
seseorang atau beberapa orang, agar mereka dapat memiliki dan memahami ajaran-ajaran
ilmu pengetahuan tersebut. Sudah tentu pula dalam kita melaksanakan tugas
mengajar, ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh seorang guru. Maka
dalam hal tujuan mengajar ini, ada tujuan mengajar secara umum dan tujuan
mengajar secara khusus. Tujuan mengajar secara khusus bagi seorang
guru/pengajar ada 2 hal:
1) Sebagai
satu pernyataan dari rasa syukur atas nikmat berupa anugerah dan hidayah ilmu
yang diberikan oleh Allah SWT, dan kemudian nikmat itu difungsikan untuk
diajarkannya ilmu pengetahuan kepada orang lain/murid-murid.
2) Sebagai
kewajiban moral, dimana setiap ilmuwan dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas
keilmuannya, dan salah satu diantara tugas-tugas keilmuan, adalah
diimplementasikan dengan jalan mengajar.
b.
Metode
Mengajar
Metode
secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai cara melakukan suatu kegiatan/cara melakukan pekerjaan dengan
menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis.
Fungsi
metode merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Metode yang baik adalah
metode yang diperlukan sebagai patokan yang bersumber pada beberapa faktor.
Faktor yang utama dan menentukan adalah tujuan yang dicapai.
Adapun
metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai hasil pendidikan
lewat proses yang dilaksanakan pada situasi tertentu dengan menggunakan
faktor-faktor pendidikan.
Faktor-faktor
penggunaan dan pemilihan metode mengajar, diantaranya:
1) Tujuan yang berbagai-bagai jenis fungsinya.
2) Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya.
3) Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.
4) Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan
5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang
berbeda-beda.
Beberapa
pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih satu metode untuk diterapkan
pada proses mengajar diantaranya:
1) Kesesuaian metode dengan tujuan pengajaran.
2) Kesesuaian metode dengan materi pelajaran.
3) Kesesuaian metode dengan sumber dan fasilitas tersedia.
4) Kesesuaian metode dengan situasi dan kondisi belajar
mengajar.
5) Kesesuaian metode dengan kondisi siswa.
6) Kesesuaian metode dengan waktu yang tersedia.
Disamping
kesesuaian metode-metode dengan faktor tersebut, metode mengajar dapat dikelompokkan
secara umum, adalah:
1.
Ditinjau dari faktor guru
a) Metode
mengajar secara individual.
b) Metode
mengajar secara pengelompokkan.
2.
Ditinjau dari sudut murid
a) Metode
mengajar terhadap individu.
b) Metode
mengajar terhadap kelompok.
Adapun
jenis-jenis metode mengajar, antara lain: metode ceramah, metode tanya jawab,
metode diskusi, metode pemberian tugas belajar/resitasi, metode demonstrasi dan
eksperimen, metode kerja kelompok, metode sosiodrama, metode karyawan, metode
beregu, metode proyek/unit dan metode drill
/ siap.
Maka
seorang guru harus mampu memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan
berfariasi. Karena dengan menggunakan metode yang bervariasi sesuai dengan
tujuan atau sifat materi, maka dapat diharapkan guru akan lebih berhasil dan
juga akan menentukan pula dalam cara belajar siswa.
c. Tujuan
Praktek Mengajar
Praktek mengajar walaupun
sifatnya latihan, hakekatnya adalah mengajar juga. Untuk menguraikan tujuan
dari praktek mengajar ini, maka sebagai landasan bertolaknya adalah definisi
praktek mengajar itu sendiri seperti yang penulis kutip di atas. Berdasarkan
definisi praktek mengajar, maka ada 2 hal yang menjadi tujuan dari praktek
mengajar.
1) Agar
seorang calon guru memiliki ketrampilan dalam memberikan pelajaran kepada
murid-muridnya.
Dimaksud
dengan ketrampilan disini adalah kesigapan dan kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas secara baik dan berhasil, disamping kemampuannya untuk
menguasai permasalahan yang akan disampaikan pada orang lain, dan ketrampilan
disini tidak datang begitu saja begitu praktek mengajar, sekaligus trampil
dalam mengajar. Tapi harus melalui kematangan-kematangan dan
kemampuan-kemampuan tersendiri. Maka untuk mendapatkan suatu ketrampilan dalam
mengajar, sudah tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi lebih dahulu oleh
seorang calon guru. Syarat-syarat tersebut dapat dibagi dalam 2 garis besar:
a)
Adanya kesiapan yang
bersifat fisik
Seorang calon guru, sebelum terjun ke arena praktek
mengajar, maka secara physik ia harus sudah benar-benar menyakinkan, maksudnya,
penampilan (performance) dirinya
harus benar-benar menunjukkan adanya wibawa seorang guru. Dalam hal kesiapan
secara fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
(1) Kondisi
badan yang benar-benar sehat.
(2) Kerapian dan
kebersihan yang selalu terlihat jelas.
(3) Sikap-sikap
lahiriah yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b) Adanya
kesiapan yang bersifat non fisik
Dalam
masalah ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang calon guru
agar siap dan mampu memberikan pelajaran, yaitu:
(a) Dikuasainya bahan secara baik.
(b) Dikuasainya metodologi mengajar secara mantap.
(c) Dikuasainya teknik berkomunikasi dengan orang
lain (dalam hal ini teknik berkomunikasi dengan murid).
2) Agar
seorang calon guru, lewat praktek mengajar dapat menyumbangkan dan
mengembangkan ilmunya sesuai dengan profesi yang dimilikinya
Seorang
calon guru yang menjalankan praktek mengajar, haruslah benar-benar memahami
akan tugasnya, bahwa pada hakekatnya praktek mengajar adalah sama dengan
mengajar. Bagi seorang calon guru dalam praktek mengajar, disamping untuk
mendapatkan ketrampilan, maka arena praktek mengajar harus dijadikan sebagai
wadah untuk menyumbangkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, sesuai dengan
keahlian dan profesi yang dimilikinya. Maka bagi seorang calon guru yang
melaksanakan praktek mengajar yang harus dihayati secara baik dalam rangka
menyumbangkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Pra syarat-syarat tersebut
ialah:
a) Adanya mental ilmu
Mental
ilmu, maksudnya seorang calon guru harus mempunyai sikap mental sebagai ilmuan,
dimana tanpa keraguan, harus selalu siap kapan saja untuk menyumbangkan ilmu
pengetahuan.
b) Adanya mental pengabdian
Mental
pengabdian, maksudnya agar seorang calon guru harus benar-benar seorang yang
penuh dedikatif. Ia tetap dengan setia menjalankan tugas-tugas keguruan
sekalipun hanya praktek mengajar, walaupun tidak mendapat gaji atau honor yang
memadai. Sikap mental pengabdian bagi seorang calon guru adalah mutlak
diperlukan, karena tanpa sikap mental yang penuh dedikasi, tak mungkin
seseorang mampu menyumbangkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan kepada orang
lain (termasuk pada murid-murid).
Dengan demikian, kalau seorang calon guru yang
praktek mengajar sudah memahami dan menghayati benar-benar apa tujuan dari
praktek mengajar, maka calon guru dengan senang dan rela hati tanpa ada
perasaan berat dan enggan lagi untuk melaksanakan tugas praktek mengajar dengan
penuh kebanggaan, penuh kesadaran, demi kebaikan untuk dirinya sendiri dan
orang lain.
3. Kegunaan
Mengajar dan Praktek Mengajar
Bagi seorang guru/pengajar
setelah mengetahui tentang apa tujuan
mengajar dan mengapa ia mengajar, adalah mutlak pula untuk mengetahui tentang
apa kegunaan mengajar.
Bagi seorang muslim yang berilmu pengetahuan, meyakini
benar bahwa ilmu seseorang itu harus diajarkan kembali pada orang lain. Ia
harus secara ikhlas wajib menyampaikan kepada orang lain segala apa yang
diperintahkan Allah SWT dan segala apa yang dilarang Allah SWT.
Seorang pengajar muslim harus sadar, bahwa ilmu
pengetahuan sama sekali tidak boleh dirahasiakan, tidak boleh dikikirkan, ilmu
pengetahuan adalah milik semua. Setiap orang boleh mengambil dan memiliki serta
memanfaatkannya. Oleh karenanya orang-orang yang berilmu pengetahuan, harus
pula terbuka bagi siapa saja. Kalau ada orang minta diajari suatu ilmu
pengetahuan maka seorang guru/pengajar harus mengajarinya dengan
sebaik-baiknya.
Kegunaan bagi seorang guru
dalam menjalankan tugas mengajarnya:
a.
Mengajar
kegunaannya adalah untuk menjaga kemuliaan, kehormatan, dan keselamatan diri
agar terhindar kutukan Allah SWT.
b.
Dengan
mengajar, berarti seorang pengajar, ikut menanamkan dan menumbuhkan watak-watak
yang baik bagi murid-muridnya sesuai dengan ajaran-ajaran kebaikan yang diberikan.
c.
Agar seorang
pengajar mampu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi murid-muridnya. Untuk
itu kedisiplinan yang tinggi mutlak diperlukan agar pengajar selalu konsisten
dan konsekuen dengan apa-apa yang diajarkan.
B.
Meningkatkan Potensi Santri Menjadi Ustadz / Guru
1.
Santri
Perkataan
pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan akhiran an
berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan asal usul kata “santri”, dalam
pandangan Nurcholis Madjid dapat dilihat dari dua pendapat: pertama, bahwa
perkataan “santri” berasal dari perkataan “sastri” sebuah kata dari bahasa
Sansekerta yang artinya melek huruf, kedua, bahwa perkataan “santri”
sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari kata “cantrik” berarti seseorang
yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.
Santri adalah
siswa yang belajar di pesantren, santri ini dapat digolongkan menjadi dua
kelompok:
a. Santri mukim, yaitu santri
yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk
pulang ke rumahnya, maka dia mondok (tinggal) di pesantren sebagai santri mukim
mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
b. Santri kalong, yaitu santri yang berasal dari
daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing.
Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya
dengan pesantren.
2.
Pendidik/Guru
dalam Perspektif Pendidikan Islam
Dalam literatur
kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib.
Kata “ustadz” biasa digunakan untuk
memanggil profesor. Ini mengandung makna
bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme
dalam mengembangkan tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada
dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen
terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan
memperbarui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya,
yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas
menyiapkan generasi penerus yang akan
hidup pada zamannya di masa depan.
Dalam pendidikan
Islam, pendidik memiliki arti dan peranan sangat penting, hal ini disebabkan ia
memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya pula
Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan
dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan
mereka melebihi daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan
bukan pendidik/guru.
Allah berfirman:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al-Mujaadilah : 11)
Bahkan orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya
kepada mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan dido’akan oleh
penghuni langit, penghuni bumi seperti semut dan ikan di dalam laut agar ia
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.
Demikianlah
keberuntungan yang dimiliki oleh orang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan
ilmunya kepada orang lain dalam hal-hal yang baik. Sehubungan dengan itu maka
Islam menghimbau kepada orang berilmu untuk suka mengajarkan ilmunya kepada
orang lain.
Agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya Al-Ghazali menyarankan
pendidik memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu
melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya. Al-Ghozali
berkata:
“Mata anak didik selalu tertuju
kepadanya, telinganya selalu menganggap baik berarti baik pula disisi mereka
dan apabila ia menganggap jelek berarti jelek pula di sisi mereka”.
Secara umum,
pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara
secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam terminologi
pendidikan modern, para pendidik ini disebut orang yang memberikan pelajaran
kepada anak didik dengan memegang satu disiplin ilmu tertentu di sekolah.
Konsep ini merupakan hakikat amar ma’ruf
nahi munkar dalam Islam, yaitu menyeru dan mengajak semua orang ke jalan
Tuhan melalui pendidikan seumur hidup dalam arti seluas-luasnya.
3.
Kompetensi Profesionalisme
Guru
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi
berarti kewenangan (kebebasan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Pengertian
dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.
Adapun kompetensi guru adalah kemampuan seseorang guru
dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dari
gambaran tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan
kewenangan guru dalam melaksanakan keguruannya.
Selanjutnya beralih pada makna kata profesi yang masuk
dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui Bahasa Inggris (professor),
kata profesi dimaksud sebagai pengakuan atau pernyataan tentang bidang
pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih.
b.
Ciri-ciri Kompetensi
Profesional Guru
Sebagai guru
profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugas secara profesional,
tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Dalam diskusi
pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, yang
diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990 dirumuskan 10 ciri suatu
profesi, yaitu : 1) Memiliki fungsi yang signifikan sosial, 2) Memiliki
keahlian atau ketrampilan tertentu, 3) Keahlian/ketrampilan diperoleh dengan
menggunakan teori dan metode ilmiah, 4) Didasarkan atas disiplin ilmu yang
jelas, 5) Diperoleh
dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama, 6) Aplikasi dan sosialisasi nilai
profesional, 7) Memiliki kode etik,
8) Kebebasan untuk memberikan judgment
dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya, 9) Memiliki tanggung
jawab profesional dan otonomi, 10) Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan
atas layanan profesinya.
Jika ciri-ciri
profesional tersebut di atas ditunjukkan untuk profesi pada umumnya, maka
khusus untuk profesi seorang guru menurut Abudin Nata dalam bukunya Manajemen Pendidikan menunjukkan tiga
ciri-ciri profesional seorang guru yaitu sebagai berikut:
Pertama, seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan
yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang
ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena bidang pengetahuan apapun selalu
mengalami perkembangan, maka seorang guru juga harus terus menerus meningkatkan
dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya itu, seorang guru harus secara terus
menerus melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode.
Kedua, seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau
mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer
of knowledge) kepada murid-muridnya secara efektif dan efisien. Untuk itu
seorang guru harus memiliki ilmu
keguruan. Sehingga dapat menjalankan metode dan strategi dalam pembelajaran.
Strategi pendidikan yang dipakai dalam pengajaran agama Islam lebih banyak
ditekankan pada suatu model pengajaran “seruan” atau “ajakan” sebagaimana
terkandung dalam Al-Qur’an.
Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian
seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Guru yang
profesional adalah guru yang mampu menggunakan seperangkat fungsi dan tugas
keguruannya dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperolehnya
melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu mengembangkan
kekaryaannya itu secara ilmiah disamping mampu menekuni profesinya selama
hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang memiliki kompetensi kependidikan
berkat pendidikan dan latihan di lembaga pendidikan keguruan dalam jangka waktu
tertentu, tidak hanya itu guru yang profesional adalah guru yang memiliki
kecakapan dalam manajemen kelas dalam rangka proses pembelajaran yang efektif
dan efisien.
Dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
dijelaskan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi yang meliputi:
1)
Kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
2)
Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta sebagai teladan peserta didik.
3)
Kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam.
4)
Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.
Surat An-Nahl :
125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Ajaklah (manusia) pada ilmu
Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik’.
Ketiga, seorang yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik
profesional. Kode etik disini lebih ditekankan pada perlunya memiliki akhlak
yang mulia. Dengan kode etik tersebut maka seorang guru harus dijadikan panutan
contoh dan teladan, dengan demikian ilmu yang diajarkan/nasehat yang
diberikannya kepada para siswa akan didengarkan dan dilaksanakannya dengan
baik. Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional
sudah lama menjadi perhatian dan kajian para ulama Islam di zaman klasik
seperti Imam Al-Ghazali menyatakan
bahwa seorang guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan harus berhati bersih,
berbuat dan bersikap sebagai pelindung, berkasih sayang terhadap murid-muridnya
dan hendaknya memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri.
Guru sebagai
tenaga profesional di bidang kependidikan, disamping memahami hal-hal yang
bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan
hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini terutama
kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar. Dua kegiatan
ini termasuk dalam kompetensi guru.
4.
Upaya
Peningkatan Kompetensi Profesional Guru
Dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru dapat dilakukan melalui dua jenis pendidikan tenaga
kependidikan (guru). Sudarwan Danim dalam bukunya Inovasi Pendidikan menyebutkan dua jenis pendidikan tenaga guru
sebagai berikut:
a. Pendidikan
pra jabatan
Pendidikan pra jabatan tenaga guru merupakan
pendidikan persiapan untuk meniti karir dalam bidang pendidikan. Menurut Page
dan Thomas (1978), pendidikan pra jabatan (preservice education)
merupakan sebuah istilah yang paling lazim digunakan lembaga pendidikan
keguruan, yang merujuk pada pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh
lembaga jenjang universite atau kolese (university of college)
pendidikan untuk menyiapkan murid-murid/santri-santri yang hendak meniti karir
dalam bidang pengajaran.
b.
Pendidikan
dalam jabatan
Pendidikan dalam
jabatan sering juga disebut sebagai pendidikan,
pelatihan, dan pengembangan. Hal
tersebut berangkat dari asumsi bahwa walaupun guru telah menjalani proses
orientasi ketika meniti karir dan yang sudah lama mengabdi telah memahami seluk
beluk profesinya, dalam praktek tidak jarang muncul kebiasaan buruk dan
produktivitas yang rendah. Sedangkan untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang
terutama untuk menjawab tantangan masa depan, hal itu merupakan keharusan
mutlak. Kegiatan pengembangan tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan, melainkan bermanfaat jangka panjang.
Daftar Pustaka:
Mukhrin, dkk, Pedoman Mengajar. Bimbingan Praktis Untuk Calon Guru. Surabaya:
AL-Ikhlas.
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21. Jakarta: PT.
Pustaka Al Husna Baru, 2003.
Hasibuan Marjiono, Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995.
Zainuddin Dja’far, Didaktik Metodik. Pasuruan: PT. Garuda Buana Indah, 1995.
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta:
Rake Sarasin, 1993.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997.
Chalijah
Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi
Pendidikan. Surabaya: Al-Ikhlas, 1994.
Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars, 1986.
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan
Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Haidar
Putra Daulay, Histerisitas dan
Eksistensi, Pesantren Sekolah dan Madrasah. Yogya: Tiara Wacana, 2001.
Muhaimin, Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pusat Studi Agama, Politik dan
Masyarakat (PSAPM, 2004.
Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Uzer Usman,
Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997.
M. Arifin, Kapita
Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
0 comments:
Post a Comment