PEMBAHASAN FIQH
Fiqh
dalam Islam sangat penting sekali fungsinya karena fiqh menuntun manusia pada
kebaikan dan bertaqwa kepada Allah SWT, selain itu fiqh menunjukkan kepada
sunnah Rasul serta memelihara manusia dari bahaya dalam kehidupan.
Dalam fiqh dibicarakan tentang persoalan – persoalan
yang berkaitan dengan akhirat dinamakan ibadah dan yang berkaitan
dengan persoalan dunia dinamakan mu’amalat, serta memberikan ketentuan atau
hukum Islam. Hukum atau ketentun itu meliputi wajib, sunnah, haram, makhruh,
mubah shohih dan batil.
Dengan demikian fiqh berperan sekali terhadap
tingkah laku manusia dalam menempuh kehidupannya sehari-hari sebagai pribadi
atau anggota masyarakat.
1.
Pengertian Fiqh
Fiqh secara bahasa berarti faham. Dan
secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum syarak yang jalan memperolehnya
dengan berijtihad.
Pengertian fiqh secara bahasa yang
berarti faham dalam Al Qur’an salah satunya yaitu pada surah Al An’am ayat 65 :
... اُنْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ اْلاَيَةِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُوْنَ
Artinya : “...Perhatikanlah! Betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran
Kami silih berganti agar mereka memahami”.
Al Imam Abu Hamid Al Ghozali berkata
:
اَلْفِقَهُ
هُوَ اْلفَهْمُ وَالْعِلْمُ فِىْ اصْلِ الْوِضْعِ يَقَالَ : فُلَا نٌ يَفْقَهُ
الْخَيْرَ وَالشَّرَّ أَيْ يَعْلَمُهُ وَيَفْهَمُهُ وَلَكِنْ صَا رَ بِعُرْ فٍ
الْعُلَمَا ءِ عِبَارَةَ عَنِ اْلعِلْمِ بِا لَْاحْكَا مِ الشَّرْعِيَّهِ الثَّا
بِتَهِ لِاَ فْعَالِ الَمُكَلِّفِيْنَ خَا صَةً كَا الْوُجُوْ بِ وَالْحَظِرَ
وَاْلِا بَا حَةِ وَالنَّدْبِ وَالْكَرَاهَةِ وَكَوْنِ الْعَقْدِ صَحِيْحًا وَفَا
سِدً اوَبَا طِلًا وَكَوْنِِ الْعِبَا دَةِ قَضَاءً وَأَدَاءً وَمَا اَشْبََهَ
ذَلِكَ
Artinya : “Fiqh itu bermakna faham dan ilmu menurut asal kata. Juga
dapat dikatakan: seseorang yang memahami kebaikan dan keburukan dengan mengetahui dan memahaminya. Akan
tetapi menurut Uruf Ulama telah menjadi ilmu yang menerangkan hukuim-hukum
syarak yang tertentu bagi perbuatan-perbuatan para muallaf seperti wajib,
haram, mubah, sunnah, makruh, shahih, fasid, batil, qadha, adak dan sebagainya”.
Ibnu Khaldum mendefinisikan fiqh :
اَلْفِقْهُ
مَعْرِفَةُ اَحْكَامِ الله تَعَا لَى فِي ْاَ فْعَلَ الَمُكَلِّفِيْنَ الْوُجُوْ
بِ وَالْحَظَرِ وَالنَّدْبِ وَالْكَرَاهَةِ وَاْلِا بَا حَةِ وَهِيَ مُتَلَقَّاةٌ
مِنَ الْكِتَا بِ وَالسُنَّةِ وَمَا نَصَبَهُ الشَّارِعُ لِمَعْرِفَتِهَا مِنَ
الَْا دِلَّةِ فَاءِذَ ااسْتُخْرِ جَتِ اْلحْكَامُ مِنْ تِلْكَ اْلَا دِلَّةِ
قِيْلَ لَهَا فِقْهُ
Artinya : “Fiqh adalah Ilmu yang
dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerajan
muallaf baik wajib, haram, makhruh dan mubah yang harus diambil dari Al Kitab
dan As Sunah dan dari dalil-dalil yang telah ditegakkan syarak seperti qiyas
umpamanya. Apabila dikeluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dalil-dalilnya
maka yang dikeluarkan itu dinamai “Fiqh”.
Menurut Ulama Ushul fiqh, fiqh
merupakan hukum-hukum Islam (syarak) yang bersifat amali melalui dalil-dalilnya
yang terperinci. Adapun para ulama fiqh mendefinisikan sebagai sekumpulan hukum
amaliah yang disyariatkan dalam Islam.
Dari pengertian di atas, maka fiqh
dapat di definisikan dengan hukum (syarak) itu sendiri yang berhubungan dengan
segala perbuatan muallaf yang berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits, dan hukum
itu dikeluarkan dengan jalan ijtihad.
2.
Pembahasan-Pembahasan Fiqh
Hukum-hukum fiqh mencakup segala
aspek kehidupan manusia. Dan masalah-masalah fiqh ini pada garis besarnya
dibagi dua :
a.
Ibadah, yaitu segala persoalan
yang berpautan dengan urusan akhirat.
Jelasnya, segala perbuatan yang
dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti shalat, syiam, zakat,
dan haji. Segala yang kita kerjakan dalam hal ini bersifat taabbudi, karenanya
segala hukumnya bersifat tetap untuk sepanjang masa dan untuk setiap masyarakat
tidak berubah-ubah.
b.
Mu’amalat, yaitu segala
persoalan yang berpautan dengan urusan-urusan dunia dan undang-undang.
Muamalat dibagi menjadi beberapa
bagian besar yaitu:
1)
Bagian Uqubat (Hudud dan
Jinayah) yaitu pembahasan tentang perbuatan pidana seperti membunuh, mencuri,
minum arak, dan menukas dan hukum-hukum siksa seperti qisas, had dan diyat.
2)
Bagian Munakahad (Ahwal
Syakhsyiyah) yaitu membahas masalah perkawinan, perceraian, dan hal-hal yang
terkait seperti iddah, nafakah dan hadlanah.
3)
Bagian Muamalat yaitu
menjelaskan tentang soal-soal harta seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam, gadai menggadai dan sebagainya.
Kemudian jika dibagi secara
terperinci, maka pembahasan fiqh terbagi menjadi delapan bagian:
1)
Hukum yang menyangkut ibadah
yaitu shalat, shiyam, zakat, haji, jihad, dan nazar.
2)
Hukum yang berpautan dengan
kekeluargaan seperti perkawinan, thalak, nafakah, wasiat, dan pusaka.
3)
Hukum mengenai muamalat
madaniyah seperti hukum-hukum jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, gadai,
syufah, hawalah, kafalah, mudlorobah, memenuhi aqad dan menunaikan amanat.
4)
Hukum-hukum yang mengenai
kekayaan negara yaitu kekayaan yang menjadi urusan baitamal, penghasilannya,
macam-macam harta yang di tempatkan di baitalmal dan tempat-tempat perbelajaan.
5)
Hukum-hukum yang dinamai uqubat
(hukum-hukum yang disyariatkan untuk memelihara jiwa, kehormatan dan akal
manusia) seperti hukum qisas, had, dan ta’zier.
6)
Hukum-hukum yang mengenai acara
peradilan yaitu cara melakukan gugatan, peradilan, pembuktian dan saksi.
7)
Hukum-hukum yang dimasukkan
dalam hukum negara seperti syarat-syarat menjadi kepala negara, hak-hak
penguasa, hak-hak rakyat dan permusyawaratan.
8)
Hukum-hukum yang menyangkut
hubungan antar negara (hukum internasional) seperti hukum-hukum perang,
tawanan, rampasan perang, perdamaian, perjanjian, jizyah, cara memperlakukan
ahlu zimmah dan lain-lain.
3.
Sumber Hukum Fiqh
Fiqh adalah hukum-hukum Islam yang
bersifat amali melalui dalil-dalil yang terperinci. Dengan demikian hukum-hukum
yang ada dan di tetapkan haruslah berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan rinci
baik malalui nas atau melalui dalalah (indikasi) nas, dengan jalan ijtihad.
Adapun sumber hukum fiqh Islam
terbagi menjadi dua bentuk yaitu sumber pokok dan sumber sekunder.
Sumber pokok hukum fiqh adalah
Al-Qur’an dan Al-Hadits, keduanya ini telah disepakati oleh ahli Ushul dan ahli
Fiqh. Sedangkan sumber sekunder hukum fiqh yaitu kias, ijmak, ihthsan dan
sebagainya. Sumber-sumber ini termasuk sumber sekunder karena tidak dapat
berdiri sendiri dalam menetapkan hukum.
Sumber hukum ini sesuai dengan firman
Allah SWT:
...أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ...
Artinya : “Taati olehmu akan
Allah dan taati olehmu Rasul dan Ulil Amri dari kamu,maka jika kamu membantah
dalam suatu perkara,kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya (kitab Allah dan
Sunah rasulNya)”.(Surat Al-Nisa’: 59)
4.
Hukum Mempelajari Fiqh
Ilmu fiqh yang diartikan menurut ahli
Ushul ada yang wajib dipelajari oleh seluruh umat Islam yaitu seluruh bagian
yang tidak dapat tidak diketahui dan dikerjakan oleh muallaf seperti shalat,
puasa dan sebagainya. Dan ada pula bagian yang tidak wajib diketahui oleh
seluruh umatIslam, hanya wajib ada dalam golongan mereka orang yang
mengetahuinya, seperti urusan fasak, rujuk, syarat menjadi qadli dan
sebagainya.
5.
Perbandingan Fiqh Dengan Ilmu
Lain
Perbandingan fiqh terhadap urusan
lahir (amaliah) adalah seperti perbandingan tauhid dan tasawuf untuk kebaikan
batin yakni kedudukan ilmu ini terhadap urusan batin sebagai kedudukan ilmu
tauhid dan tasawuf terhadap urusan batin.Tauhid untuk kebaikan i’tikad dan
tasawuf untuk kebaikan rohani, sedang fiqh untuk kebaikan amalan anggota.
0 comments:
Post a Comment