BIMBINGAN
BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN
DAN
KONSEP METODE TARSANA
A.
Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an
1.
Pengertian Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
a. Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata "Guidance",
berasal dari kata kerja "to guide" yang mempunyai arti
"menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu". Sesuai dengan
istilahnya, secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau
tuntunan. Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi
kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan beberapa prinsip pokok bimbingan sebagai berikut:
1) Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses.
2) Bimbingan merupakan proses pemberian
bantuan.
3) Bantuan diberikan kepada setiap individu yang
memerlukannya di dalam proses perkembangannya.
4) Bantuan yang diberikan melalui bimbingan bertujuan
agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi
yang dimiliknya.
5) Adapun yang menjadi sasaran bimbingan
adalah agar individu dapat mencapai kemandirian.
6) Untuk mencapai tujuan bimbingan di atas,
digunakan pendekatan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai teknik
dan media bimbingan.
7) Layanan bimbingan dengan menggunakan
berbagai macam media dan teknik tersebut dilaksanakan dalam suasana asuhan
yang normatif.
8) Bimbingan diberikan oleh orang-orang
yang ahli.
Berdasarkan definisi bimbingan yang telah dikemukakan di atas serta
prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang
telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal. Bimbingan tersebut menggunakan
berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana yang normatif agar
tercapai kemandirian, sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi lingkungannya.
b. Belajar
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan
kelakuan. Belajar merupakan perubahan tingkah laku penampilan dengan
serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru,
dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik, kalau subjek mengalami atau
melakukannya. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungannya. Di dalam interaksi inilah terjadi
serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat
pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan peserta didik.
Pengalaman pendidikan bersifat kontinue dan interaktif serta membantu
integrasi pribadi peserta didik secara garis besar.
Tujuan belajar ada tiga: (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) untuk
penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap. Bukti bahwa
seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif (rohaniah) dan unsur
motoris (jasmaniah). Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil
belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun
aspek-aspek itu adalah: (1) pengetahuan, (2) pengertian, (3) kebiasaan, (4)
keterampilan, (5) apresiasi, (6) emosional, (7) hubungan sosial, (8) jasmani,
(9) budi pekerti, dan (10) sikap. Jika seseorang telah melakukan perbuatan
belajar, maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa
aspek tingkah laku tersebut.
c.
Membaca
"Membaca" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “perbuatan atau
proses yang sedang dilakukan
dengan melihat serta memahami dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau
hanya di hati)”.
d. Al-Qur'an
Al-Qur'an secara etimologi diambil dari kata قََََرأَ- يقرأ- قرأة و قرأنا yang berarti sesuatu yang dibaca (المقرؤ). Jadi,
al-Qur'an secara lughawi adalah sesuatu yang dibaca. Atau
pengertian al-Qur'an sama dengan bentuk mashdar (bentuk kata benda),
yakni القراءة
yang berarti menghimpun dan mengumpulkan (الضم و الجمع). Al-Qur'an
menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat satu dengan yang lain secara
tertib, sehingga tersusun rapi dan benar.
Secara terminologi al-Qur'an merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai
pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk
seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan QS. al-Jâtsiyah: 20 sebagai
berikut:
#x»yd çȵ¯»|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ×pyJômuur 5Qöqs)Ïj9 cqãYÏ%qã ÇËÉÈ
Artinya: “Al
Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang
meyakini”.
Ada 5 faktor penting terkait dengan definisi al-Qur'an di atas, yaitu:
1) Al-Qur'an adalah kalâm Allah atau firman Allah.
2) Al-Qur'an hanya diberikan kepada Nabi
Muhammad.
3) Al-Qur'an sebagai mukjizat.
4) Diriwayatkan secara mutawâtir, dan
5) Membacanya dicatat sebagai amal ibadah.
e. Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
Adapun yang dimaksud dengan bimbingan belajar membaca al-Qur'an adalah proses pemberian bantuan dalam membaca serta memahami (dengan melisankan atau hanya di
hati) dari apa yang tertulis dalam al-Qur’an yaitu kitab suci pegangan
hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk seluruh
umat manusia, yang terus menerus dari
seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana yang
normatif agar tercapai kemandirian dan perubahan tingkah laku, sehingga
individu dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.
2.
Komponen-komponen dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
a. Tujuan
Secara etimologi “tujuan” adalah “arah, maksud atau haluan” dan secara terminologi, “tujuan” berarti “sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Tidak ada suatu kegiatan
yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki
kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa.
Tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran adalah
suatu cita-cita yang bernilai normatif. Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas
dan umum sampai kepada yang sempit atau khusus. Semua tujuan berhubungan antara
yang satu dengan yang lainnya. Dalam merumuskan tujuan harus benar-benar
memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan dalam pendidikan dan
pembelajaran.
Sementara tujuan akhir pembelajaran yang akan
dicapai menurut Hasan Langgulung sebagaimana yang dikutip oleh Al-Rasyidin dan
Samsul Nizar adalah “Mengembangkan fitrah peserta
didik, baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis, sehingga akan
terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsi sebagai khalifah
fi al-ardh”. Hal ini tertuang dalam firman Allah QS. al-Mujâdilah:11 sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah kamu dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat tersebut menerangkan bahwa pendidikan Islam
merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal
dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insân kâmil). Melalui sosok
pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi
iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis,
baik dunia maupun akhirat.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi
komponen pembelajaran lainnya, seperti materi, kegiatan pembelajaran, pemilihan
metode, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan
didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah
satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Materi
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan
disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran, proses
pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti
memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya kepada peserta
didik.
“Materi atau
bahan” adalah "salah satu sumber belajar bagi peserta didik". Bahan
yang disebut sebagai sumber belajar (pembelajaran) adalah sesuatu yang membawa
pesan untuk tujuan pembelajaran atau sesuatu yang diberikan kepada peserta
didik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran
peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran menurut
Suharsimi Arikunto sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain “Merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan pembelajaran, karena memang
bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik”.
Jenis bahan atau materi yang akan diajarkan
merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan metode
mengajar, sebab pada hakikatnya metode mengajar, di samping sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, juga merupakan media untuk menyampaikan bahan atau
materi yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dengan berpijak dari beberapa hal di atas, materi
atau bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam
pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam kegiatan pembelajaran yang akan
disampaikan kepada peserta didik.
c. Metode
“Metode” berasal dari dua kata, yaitu “meta”
yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode
berarti “jalan yang dilalui”. Secara umum metode adalah “suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak harus
terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan
metode yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan, tetapi
menarik perhatian peserta didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi
tidak akan menguntungkan kegiatan pembelajaran bila penggunaannya tidak tepat
dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis
peserta didik. Oleh karena itu, di sinilah kompetensi guru diperlukan dalam
pemilihan metode yang tepat.
Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Zuhairini
mengemukakan adanya tiga prinsip yang mendasari metode mengajar dalam Islam,
yaitu:
1)
Sifat-sifat metode dan kepentingan yang berkenaan
dengan tujuan utama pendidikan Islam.
2)
Berkenaan dengan metode mengajar yang
prinsip-prinsipnya terdapat dalam al-Qur'an.
3)
Membangkitkan motivasi dengan adanya kedisiplinan atau
dalam al-Qur'an disebut ganjaran (tsawâb) dan hukuman (i’qâb).
Berpijak pada beberapa uraian di atas, akan lebih
baik bila kita mengetahui beberapa metode pembelajaran yang digunakan secara
umum dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an, yaitu:
1)
Metode drill atau latihan, adalah suatu metode dalam pembelajaran
dengan jalan melatih peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah
diberikan. Ciri khas metode ini adalah kegiatan yang berupa pengulangan
berkali-kali, dilakukan dari suatu hal yang sama. Dengan demikian terbentuklah
keterampilan yang setiap saat siap digunakan oleh yang bersangkutan.
a)
Kelebihan metode drill atau latihan:
(1)
Dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh
penguasaan dan keterampilan yang diharapkan.
(2)
Para peserta didik akan memiliki pengetahuan yang siap
pakai.
(3)
Akan tertanam pada setiap pribadi peserta didik
kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.
b)
Kekurangan metode drill atau latihan:
(1)
Bisa menghambat perkembangan daya inisiatif peserta
didik.
(2)
Kurang memperhatikan relevansinya dengan lingkungan.
(3)
Membentuk pengetahuan “verbalis” dan “mekanis”.
(4)
Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku.
2)
Metode sorogan, yaitu seorang guru menyuruh peserta didik membaca satu-persatu.
a)
Kelebihan metode sorogan:
(1)
Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru
dengan peserta didik.
(2)
Memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi,
menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan peserta didik dalam menguasai
materi pelajaran.
(3)
Peserta didik mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa
harus mereka-reka tentang interpretasi suatu kitab, karena berhadapan dengan
guru secara langsung yang memungkinkan terjadinya tanya jawab.
(4)
Guru dapat mengetahui secara pasti kualitas yang telah
dicapai peserta didiknya.
b)
Kelemahan metode sorogan:
(1)
Tidak efisien karena hanya menghadapi beberapa peserta
didik.
(2)
Membuat peserta didik cepat bosan karena metode ini
menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi.
(3)
Peserta didik kadang hanya menangkap kesan verbalisme
semata, terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.
3)
Metode ceramah, yaitu sebuah metode mengajar
dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada semua peserta
didik.
a)
Kelebihan metode ceramah:
(1)
Suasana kelas berjalan dengan tenang.
(2)
Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang
lama.
(3)
Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat.
(4)
Melatih para peserta didik untuk menggunakan
pendengarannya dengan baik, sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan
isi ceramah dengan cepat dan tepat.
b)
Kekurangan metode ceramah:
(1)
Interaksi cenderung bersifat teacher centered
(berpusat pada guru).
(2)
Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana
peserta didik telah menguasai bahan
ceramah.
(3)
Mungkin saja peserta didik memperoleh konsep-konsep
lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru.
(4)
Peserta didik kurang menangkap apa yang dimaksudkan
oleh guru.
(5)
Tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memecahkan masalah.
4)
Metode tanya jawab, yaitu cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada
peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru.
a)
Kelebihan metode tanya jawab:
(1)
Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian
peserta didik.
(2)
Merangsang peserta didik untuk melatih dan
mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.
(3)
Mengembangkan keberanian dan keterampilan peserta
didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
b)
Kekurangan metode tanya jawab:
(1)
Peserta didik merasa takut, apabila guru kurang dapat
mendorong peserta didik untuk berani.
(2)
Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan
tingkat berpikir dan mudah dipahami peserta didik.
(3)
Waktu sering banyak terbuang.
(4)
Dalam jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin
cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap peserta didik.
d. Evaluasi
Secara etimologi “evaluasi” berasal dari
kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Menurut Wand dan Brown,
evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi
dalam pendidikan Islam adalah “pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan
dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang
selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam”.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
suatu program pembelajaran, perlu dikemukakan cara dan teknik evaluasi dalam
pembelajaran, meliputi:
1)
Cara evaluasi, ada dua cara yang ditempuh, yaitu:
a)
Kuantitatif, hasil
evaluasi diberikan dalam bentuk angka, misalnya: 6, 7, 65, 70, dan seterusnya.
b)
Kualitatif, hasil evaluasi diberikan dalam bentuk pernyataan
verbal dan yang sejenis dengan itu, misalnya: baik, cukup, sedang, dan kurang.
2)
Teknik evaluasi, secara garis besar
teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a) Teknik berbentuk
tes, digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan
sebagainya), dan bakat umum (inteligensi). Ditinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu:
(1) Tes tertulis
(2) Tes lisan, dan
(3) Tes perbuatan.
Aspek
yang bersifat kognitif, khususnya yang berkaitan dengan ingatan dan pemahaman
biasanya dinilai melalui tes lisan, sedangkan tes perbuatan lazimnya
dipergunakan untuk menilai aspek kemampuan yang bersifat keterampilan
(psikomotor).
b) Teknik bentuk non tes, digunakan untuk menilai sikap, minat, dan
kepribadian peserta didik. Ditinjau dari bentuknya, teknik non tes yang
digunakan di antaranya adalah:
(1) Wawancara, yaitu suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden
dengan jalan tanya jawab sepihak.
(2) Angket, yaitu sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
diukur (responden). Dengan angket ini orang dapat diketahui tentang keadaan
dirinya, pengalaman, pengetahuan, sikap, atau pendapat-pendapat lain.
(3) Observasi, yaitu suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi, yaitu:
(a) Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat
dengan memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
(b) Observasi sistemik, yaitu observasi di mana faktor-faktor yang
diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
Di sini, pengamat berada di luar kelompok.
(c)
Observasi
eksperimental, yaitu observasi
yang terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini
ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa,
sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, berhasil tidaknya
pembelajaran dalam mencapai tujuannya, dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi
terhadap out put yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang
telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka
ia dinilai gagal. Dari sini dapat dipahami betapa urgen-nya evaluasi dalam kependidikan Islam.
- Konsep Metode TARSANA
Adapun konsep TARSANA tersusun dari beberapa unsur yaitu Tartil, Sari', dan Nagham.
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode
TARSANA, mengandung hal-hal konseptual yang secara lebih rinci akan dijelaskan
berikut ini:
1. Tartil
Tartil adalah membaca dengan jelas dan
tenang, mengeluarkan huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat aslinya
maupun sifat yang berubah serta memperhatikan makna ayat. Maksudnya adalah
membaca dengan tidak tergesa-gesa, sehingga huruf-huruf mad tidak
terbaca pendek dan huruf bukan mad tidak terbaca panjang. Setiap huruf
diucapkan dengan jelas satu persatu dan tidak ada yang tertumpuk.
Dalam membaca al-Qur’an
disunnahkan membaca dengan tartil, yaitu bacaan yang lambat dengan menggunakan
kaidah-kaidah ilmu tajwid. Di dalam ilmu tajwid inilah akan dijumpai beberapa
bacaan yang mengandung mad (panjang), baik panjang bacaan ataupun
panjang yang disebabkan oleh ghunnah, ikhfa’, iqlab, idghom, dan lain
sebagainya. Membaca al-Qur’an bisa dengan jahr (suara keras), bisa juga
dengan suara sîr (pelan), bahkan bisa
juga dibaca dalam hati.
Untuk membaca dengan jahr (terang)
huruf-hurufnya, hukumnya dapat didengar oleh orang yang di hadapannya. Bacaan
seperti ini disunnahkan oleh Nabi agar dibaca dengan bagus. Bagus di sini
mempunyai banyak arti: (1) dapat berarti bagus bacaannya, (2) bagus tajwidnya,
(3) bagus suaranya, (4) bagus pula lagu dan variasinya, (5) bagus pengaturan
nafasnya, dan (6) bagus mimik mukanya, artinya menyesuaikan makna ayat yang
dibaca. Membaca bagus seperti enam macam tadi adalah bacaan yang mujawwad
dan tartil.
Bacaan ini adalah bacaan yang paling
bagus, karena bacaan tartil adalah bacaan yang sempurna tajwidnya, serta
memikirkan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang dibacanya itu.
Dan memang itulah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Selain itu, bacaan
tartil ini juga lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta lebih
mendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat terhadap al-Qur’an. Sebagaimana
firman Allah dalam:
1) QS. al-Muzammil ayat 4:
÷rr& ÷Î Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ
Artinya: ”Atau
lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan”.
2) QS. al-Furqân ayat 32:
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. wöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºx2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8y#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös? ÇÌËÈ
Artinya: ”Berkatalah
orang-orang yang kafir: "Mengapa al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan
kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”.
Pada masa sahabat Rasulullah,
Sayyidina Ali Karâmallâhu Wajhah memberikan
penjelasan sebagai berikut االترتيل هو تجويد الحروف و معرفت الوقوف yang artinya: tartil
adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti mengenai berhentinya bacaan.
Penjelasan Sayyidina Ali RA tersebut artinya adalah membaguskan huruf-hurufnya.
Sebab, tanpa menjaga keindahan bacaan huruf-hurufnya, akan besar kemungkinan
merusak makna ayat yang dibaca. Tersirat di dalam memperbagus huruf adalah agar
jangan salah makna, sebab itu akan didengarkan oleh Allah dan juga tentunya
oleh manusia yang di sekitarnya.
2. Sari' atau Cepat
Metode TARSANA menggerakkan otak kiri
dan otak kanan. Di mulai dengan pengenalan huruf satu persatu yang diucapkan
oleh ustadz, kemudian ditirukan oleh para santri, di situ otak kiri bekerja.
Kemudian otak kanan digerakkan dengan memberikan irama lagu al-Qur'an pada
huruf-huruf yang dibaca tadi. Dengan begitu, para santri lebih mudah memahami
dan menghafal huruf-huruf hijaiyah dan sekaligus belajar lagu al-Qur'an dengan
cepat dan benar.
TARSANA adalah metode belajar
membaca al-Qur'an yang sangat efektif dan efisien. Materi belajar dibuat
sepadat mungkin, sehingga hanya terdiri dari 7 halaman, ditambah 1 halaman
materi tajwid. Belajar al-Qur'an dengan metode TARSANA membutuhkan waktu yang
relatif singkat. Bila diikuti dengan baik dan benar, Insyâ Allah dalam waktu 7 hari, setiap hari 1 jam, santri sudah bisa membaca
al-Qur'an. Dan dalam tempo 3 bulan sudah khatam al-Qur'an 30 juz.
Dalam belajar al-Qur'an metode TARSANA, para santri selalu dalam suasana
menyenangkan. Hal ini dikarenakan TARSANA menggunakan lagu dan kata-kata yang
sudah akrab di telinga para santri, sehingga santri terbawa dalam suasana riang
dan gembira. Selain untuk mengenalkan lagu al-Qur'an, juga agar suasana belajar
tidak membosankan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sari’ merupakan karakter
dari metode TARSANA. Dengan perpaduan komponen-komponen yang tersusun secara
rapi dan sistematis, metode TARSANA dapat memunculkan suatu kecepatan dan
efisiensi dalam proses pembelajaran bimbingan belajar membaca al-Qur’an.
3. Nagham
Nagham (نغم) artinya lagu atau
irama. Nagham jama’nya adalah انغام dan إناغيم, yang kemudian
dirangkai dengan al-Qur’an menjadi نغم القرآن yang artinya melagukan al-Qur’an, juga bisa disebut تحسين الصو ت
dalam membaca al-Qur’an (membaguskan suara dalam mengalunkan bacaan al-Qur’an).
Nagham adalah khusus untuk tilâwah al-Qur’an,
kemudian di Indonesia terkenal dengan sebutan seni baca al-Qur’an. Kata-kata nagham
mempunyai arti yang sama dengan kata-kata talhîn (تلحين) atau lahn (لحن), dan tarannum
(ترنم)
atau tarnîm (ترنيم). Ketiga istilah tersebut sama-sama menunjukkan vokal
suara yang bernada seni indah.
Menurut para pakar dzawil ashwât (mempunyai suara
indah) seperti Abduh al-Shu’udi, Azra’i Abdul Rauf, dan Mukhtar Luthfi
al-Anshary, nagham adalah vokal suara indah tunggal (tanpa diiringi alat
musik) dan tidak terikat oleh not balok serta khusus dipergunakan untuk
memperindah suara dalam membaca al-Qur’an. Nabi bersabda:
زَيِّنُوْا
اْلقُرْآنَ بِأَ صْوَاتِكُمْ (رواه ابو داود)
Artinya: ”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu” (HR. Abu Daud)
Nabi juga menganjurkan dalam haditsnya:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِا لْقُرْ آَنِ (رواه ابو داود)
Artinya:
”Bukanlah termasuk golonganku barang siapa yang tidak melagukan al-Qur’an”
(HR. Abu Daud)
Wajar saja jika Nabi mengatakan, ”bukanlah golonganku orang yang tidak
melagukan al-Qur’an”, karena diperintahkan oleh Allah untuk mendengarkan bacaan
al-Qur’an dan memperhatikan isi kandungannya. Orang yang beriman sangat gemar
mendengarkan bacaan al-Qur’an, terpanggil jiwanya untuk memahami dan mengkaji
isi al-Qur’an. Hatinya akan luluh dengan keindahan ayat-ayat al-Qur’an. Hati
yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Sayyidina Umar RA pada saat
mendengarkan bacaan al-Qur’an Siti Fatimah (adik kandungnya). Digambarkan oleh
firman Allah QS. al-Anfâl: 2 sebagai berikut:
$yJ¯RÎ) cqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sÎ) tÏ.è ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍkön=tã ¼çmçG»t#uä öNåkøEy#y $YZ»yJÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGt ÇËÈ
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal”.
Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, Nabi Muhammad Saw mendengarkan Abu
Musa al-Asy’ari membaca al-Qur’an sampai jauh malam. Sepulang beliau di rumah,
beliau ditanya oleh istri beliau, Aisyah RA, ”apa sebabnya pulang sampai jauh
malam”. Rasulullah menjawab bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa
al-Asy’ari dalam membaca al-Qur’an, yaitu seperti merdunya suara Nabi Daud AS.
Di dalam riwayat banyak sekali diceritakan betapa pengaruh bacaan al-Qur’an
pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang setelah mendengarkan
bacaan al-Qur’an itu, tidak sedikit hati yang pada mulanya keras dan marah
kepada Muhammad Saw serta para pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau
mengikuti ajaran Islam.
Al-Imam al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca
al-Qur’an adalah sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah
tajwid. Demikian juga meresapi maknanya sehingga mempengaruhi jiwanya menjadi
sedih atau senang. Menurut Imam Ibnul Jazari sebagaimana yang disepakati oleh
para ’ulama bahwa bacaan al-Qur’an yang dapat memukau pendengarannya dan dapat
melunakkan hati adalah bacaan al-Qur’an yang baik, bertajwid, dan berirama yang
merdu. Dalam melagukan dengan irama yang merdu hukumnya akan menjadi haram jika
tidak memperhatikan ahkâmul hurûf, makhârijul hurûf, dan sifatul hurûf.
Secara umum lagu al-Qur’an adalah setiap lagu apa saja yang dapat
diterapkan dalam ayat-ayat al-Qur’an, dengan berbagai variasi dan nada suara
yang teratur dan harmonis, tanpa menyalahi hukum-hukum bacaan yang digariskan
dalam ilmu tajwid.
Kelahiran lagu-lagu al-Qur’an yang hingga saat ini berkembang pesat di
Indonesia adalah lagu-lagu tanah Arab atau negara Timur Tengah, sehingga
lagu-lagu al-Qur’an yang berkembang di seluruh pelosok dunia termasuk di
Indonesia itu merupakan produk dari sana. Dengan kata lain, keragaman lagu
al-Qur’an tidak lepas dari kemampuan bangsa Arab dalam seni budaya yang mereka
miliki.
Rasulullah Saw adalah seorang qori’ yang mampu mendengungkan
suaranya tatkala membaca al-Qur’an. Suatu ketika beliau pernah mendengungkan
suaranya dengan lagu dan irama yang cukup memukau masyarakat ketika itu.
Abdullah bin Mughoffal menggambarkan suaranya menggelegar, bergelombang, dan
berirama sehingga unta yang dinaikinya terperanjat (salah satu ayat yang dibaca
adalah surat al-Fath).
Nagham atau lagu yang
berkembang saat ini di Indonesia adalah lagu makkawi dan mishri.
Adapun jumlah lagu makkawi ada tujuh macam yang disingkat dan dihimpun
dalam kalimat: بحمر جسد yang berarti ”jasadnya
kemerah-merahan”, yaitu:
( ب
) = Banjakah
( ح )
= Hiraab
( م )
= Maya
( ر )
= Rakby
( ج )
= Jiharkah
( س ) = Sikah
( د )
= Dukkah
Sedangkan lagu mishri juga ada tujuh macam lagu yang dapat kita
himpun dalam ungkapan بحصر جسد , yaitu:
( بياتى
) = Bayyati
( حجاز
) = Hijaz
( صبا ) = Shaba
( راست ) = Rast
( جهاركاه ) = Jaharkah
( سيكا ) = Sika
( نهاوند ) = Nahawand
Adapun nagham atau lagu yang digunakan dalam bimbingan belajar
membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah lagu rast. Lagu rast ini
merupakan jenis yang paling dominan, bahkan merupakan maqam dasar. Maqam
ini paling banyak digemari oleh bangsa Arab. Dalam sehari-hari sering digunakan
ketika mengumandangkan adzan. Karakteristik lagu ini adalah dinamis dan penuh
semangat.
Daftar Pustaka:
Hallen A, Bimbingan dan
Konseling dalam Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Bimo Walgito, Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset, 1995.
Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Oemar Hamalik, Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Sardiman, A. M, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Muhammad Makhdlori, Keajaiban Membaca al-Qur’an:
Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca al-Qur'an terhadap Kesuksesan Anda, Cet.
II. Jogjakarta: DIVA Press, 2007.
Abdul Majid Khon, Praktikum
Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an Qira'at Ashim dari Hafash, Cet. I. Jakarta:
Amzah, 2007.
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam . Jakarta: Ciputat Pers,
2002.
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam: Pendekatan Historis , Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Jamal Ma’mur Asmani, Tips
Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogyakarta, DIVA Press, 2009.
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2002.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
Masyhadi, Pembimbing ke Arah
Kesempurnaan Ilmu Tajwid. Surabaya: Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh Wilayah
Jawa Timur, 2002.
Abdul Aziz Muslim, ”Hukum
Melagukan al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin
Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006.
Abi Daud, Sunan Abu Daud, Jilid 1. Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Maria Ulfa, ”Maqamat Arabiyyah
dalam Tilawatil al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed.
Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal
Huffadh, 2006.
0 comments:
Post a Comment