Wednesday, June 6, 2012

BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN DAN KONSEP METODE TARSANA


BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN
DAN KONSEP METODE TARSANA

A.    Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an
1.      Pengertian Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
a.       Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata "Guidance", berasal dari kata kerja "to guide" yang mempunyai arti "menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu". Sesuai dengan istilahnya, secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan beberapa prinsip  pokok bimbingan sebagai berikut:
1)      Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses.
2)      Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan.
3)      Bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam proses perkembangannya.
4)      Bantuan yang diberikan melalui bimbingan bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliknya.
5)      Adapun yang menjadi sasaran bimbingan adalah agar individu dapat mencapai kemandirian.
6)      Untuk mencapai tujuan bimbingan di atas, digunakan pendekatan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai teknik dan media bimbingan.
7)      Layanan bimbingan dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik tersebut dilaksanakan dalam suasana asuhan yang normatif.
8)      Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli.
Berdasarkan definisi bimbingan yang telah dikemukakan di atas serta prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal. Bimbingan tersebut menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana yang normatif agar tercapai kemandirian, sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.
b.      Belajar     
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Belajar merupakan perubahan tingkah laku penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik, kalau subjek mengalami atau melakukannya. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan peserta didik. Pengalaman pendidikan bersifat kontinue dan interaktif serta membantu integrasi pribadi peserta didik secara garis besar.
Tujuan belajar ada tiga: (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) untuk penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif (rohaniah) dan unsur motoris (jasmaniah). Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: (1) pengetahuan, (2) pengertian, (3) kebiasaan, (4) keterampilan, (5) apresiasi, (6) emosional, (7) hubungan sosial, (8) jasmani, (9) budi pekerti, dan (10) sikap. Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.
c.       Membaca
"Membaca" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “perbuatan atau proses yang sedang dilakukan dengan melihat serta memahami dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya di hati)”.
d.      Al-Qur'an
Al-Qur'an secara etimologi diambil dari kata قََََرأَ- يقرأ- قرأة و قرأنا yang berarti sesuatu yang dibaca (المقرؤ). Jadi, al-Qur'an secara lughawi adalah sesuatu yang dibaca. Atau pengertian al-Qur'an sama dengan bentuk mashdar (bentuk kata benda), yakni القراءة yang berarti menghimpun dan mengumpulkan (الضم و الجمع). Al-Qur'an menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat satu dengan yang lain secara tertib, sehingga tersusun rapi dan benar.
Secara terminologi al-Qur'an merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan QS. al-Jâtsiyah: 20 sebagai berikut:
#x»yd çŽÈµ¯»|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ×pyJômuur 5Qöqs)Ïj9 šcqãYÏ%qムÇËÉÈ
Artinya: “Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang meyakini”.
Ada 5 faktor penting terkait dengan definisi al-Qur'an di atas, yaitu:
1)      Al-Qur'an adalah kalâm Allah atau firman Allah.
2)      Al-Qur'an hanya diberikan kepada Nabi Muhammad.
3)      Al-Qur'an sebagai mukjizat.
4)      Diriwayatkan secara mutawâtir, dan
5)      Membacanya dicatat sebagai amal ibadah.
e.       Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
Adapun yang dimaksud dengan bimbingan belajar membaca al-Qur'an adalah proses pemberian bantuan dalam membaca serta memahami (dengan melisankan atau hanya di hati) dari apa yang tertulis dalam al-Qur’an yaitu kitab suci pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk seluruh umat manusia, yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana yang normatif agar tercapai kemandirian dan perubahan tingkah laku, sehingga individu dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.
2.      Komponen-komponen dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an
a.       Tujuan
Secara etimologi “tujuan” adalah “arah, maksud atau haluan” dan secara terminologi, “tujuan” berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa.
Tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit atau khusus. Semua tujuan berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam merumuskan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Sementara tujuan akhir pembelajaran yang akan dicapai menurut Hasan Langgulung sebagaimana yang dikutip oleh Al-Rasyidin dan Samsul Nizar adalah “Mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsi sebagai khalifah fi al-ardh”. Hal ini tertuang dalam firman Allah QS. al-Mujâdilah:11 sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah kamu dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat tersebut menerangkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insân kâmil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia maupun akhirat.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pembelajaran lainnya, seperti materi, kegiatan pembelajaran, pemilihan metode, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.      Materi
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran, proses pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya kepada peserta didik.
 “Materi atau bahan” adalah "salah satu sumber belajar bagi peserta didik". Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pembelajaran) adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran  atau sesuatu yang diberikan kepada peserta didik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran menurut Suharsimi Arikunto sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain “Merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan pembelajaran, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik”.
Jenis bahan atau materi yang akan diajarkan merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar, sebab pada hakikatnya metode mengajar, di samping sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, juga merupakan media untuk menyampaikan bahan atau materi yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dengan berpijak dari beberapa hal di atas, materi atau bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam kegiatan pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
c.       Metode
Metode” berasal dari dua kata, yaitu “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”. Secara umum metode adalah “suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian peserta didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan pembelajaran bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis peserta didik. Oleh karena itu, di sinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat.
Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Zuhairini mengemukakan adanya tiga prinsip yang mendasari metode mengajar dalam Islam, yaitu:
1)      Sifat-sifat metode dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam.
2)      Berkenaan dengan metode mengajar yang prinsip-prinsipnya terdapat dalam al-Qur'an.
3)      Membangkitkan motivasi dengan adanya kedisiplinan atau dalam al-Qur'an disebut ganjaran (tsawâb) dan hukuman (i’qâb).
Berpijak pada beberapa uraian di atas, akan lebih baik bila kita mengetahui beberapa metode pembelajaran yang digunakan secara umum dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an, yaitu:
1)      Metode drill atau latihan, adalah suatu metode dalam pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan. Ciri khas metode ini adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali, dilakukan dari suatu hal yang sama. Dengan demikian terbentuklah keterampilan yang setiap saat siap digunakan oleh yang bersangkutan.
a)      Kelebihan metode drill atau latihan:
(1)         Dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang diharapkan.
(2)         Para peserta didik akan memiliki pengetahuan yang siap pakai.
(3)         Akan tertanam pada setiap pribadi peserta didik kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.
b)      Kekurangan metode drill atau latihan:
(1)         Bisa menghambat perkembangan daya inisiatif peserta didik.
(2)         Kurang memperhatikan relevansinya dengan lingkungan.
(3)         Membentuk pengetahuan “verbalis” dan “mekanis”.
(4)         Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku.
2)      Metode sorogan, yaitu seorang guru menyuruh peserta didik membaca satu-persatu.
a)      Kelebihan metode sorogan:
(1)       Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan peserta didik.
(2)       Memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran.
(3)       Peserta didik mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang interpretasi suatu kitab, karena berhadapan dengan guru secara langsung yang memungkinkan terjadinya tanya jawab.
(4)       Guru dapat mengetahui secara pasti kualitas yang telah dicapai peserta didiknya.
b)      Kelemahan metode sorogan:
(1)       Tidak efisien karena hanya menghadapi beberapa peserta didik.
(2)       Membuat peserta didik cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi.
(3)       Peserta didik kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata, terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.
3)      Metode ceramah, yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada semua peserta didik.
a)      Kelebihan metode ceramah:
(1)       Suasana kelas berjalan dengan tenang.
(2)       Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
(3)       Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat.
(4)       Melatih para peserta didik untuk menggunakan pendengarannya dengan baik, sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat.
b)      Kekurangan metode ceramah:
(1)       Interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru).
(2)       Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana peserta didik  telah menguasai bahan ceramah.
(3)       Mungkin saja peserta didik memperoleh konsep-konsep lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru.
(4)       Peserta didik kurang menangkap apa yang dimaksudkan oleh guru.
(5)       Tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah.
4)      Metode tanya jawab, yaitu cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru.
a)      Kelebihan metode tanya jawab:
(1)         Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik.
(2)         Merangsang peserta didik untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.
(3)         Mengembangkan keberanian dan keterampilan peserta didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
b)      Kekurangan metode tanya jawab:
(1)         Peserta didik merasa takut, apabila guru kurang dapat mendorong peserta didik untuk berani.
(2)         Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami peserta didik.
(3)         Waktu sering banyak terbuang.
(4)         Dalam jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap peserta didik.
d.      Evaluasi
Secara etimologi “evaluasi” berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah “pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam”.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program pembelajaran, perlu dikemukakan cara dan teknik evaluasi dalam pembelajaran, meliputi:
1)      Cara evaluasi, ada dua cara yang ditempuh, yaitu:
a)      Kuantitatif,  hasil evaluasi diberikan dalam bentuk angka, misalnya: 6, 7, 65, 70, dan seterusnya.
b)      Kualitatif, hasil evaluasi diberikan dalam bentuk pernyataan verbal dan yang sejenis dengan itu, misalnya: baik, cukup, sedang, dan kurang.
2)      Teknik evaluasi, secara garis besar teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a)      Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan sebagainya), dan bakat umum (inteligensi). Ditinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
(1)       Tes tertulis
(2)       Tes lisan, dan
(3)       Tes perbuatan.
Aspek yang bersifat kognitif, khususnya yang berkaitan dengan ingatan dan pemahaman biasanya dinilai melalui tes lisan, sedangkan tes perbuatan lazimnya dipergunakan untuk menilai aspek kemampuan yang bersifat keterampilan (psikomotor).
b)      Teknik bentuk non tes, digunakan untuk menilai sikap, minat, dan kepribadian peserta didik. Ditinjau dari bentuknya, teknik non tes yang digunakan di antaranya adalah:
(1)     Wawancara, yaitu suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
(2)     Angket, yaitu sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan angket ini orang dapat diketahui tentang keadaan dirinya, pengalaman, pengetahuan, sikap, atau pendapat-pendapat lain.
(3)     Observasi, yaitu suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi, yaitu:
(a)      Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
(b)      Observasi sistemik, yaitu observasi di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Di sini, pengamat berada di luar kelompok.  
(c)      Observasi eksperimental, yaitu observasi yang terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa, sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi. 
Berdasarkan beberapa uraian di atas, berhasil tidaknya pembelajaran dalam mencapai tujuannya, dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sini dapat dipahami betapa urgen-nya evaluasi dalam kependidikan Islam.

  1. Konsep Metode TARSANA

Adapun konsep TARSANA tersusun dari beberapa unsur yaitu Tartil, Sari', dan Nagham. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA, mengandung hal-hal konseptual yang secara lebih rinci akan dijelaskan berikut ini:
1.      Tartil
Tartil adalah membaca dengan jelas dan tenang, mengeluarkan huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat aslinya maupun sifat yang berubah serta memperhatikan makna ayat. Maksudnya adalah membaca dengan tidak tergesa-gesa, sehingga huruf-huruf mad tidak terbaca pendek dan huruf bukan mad tidak terbaca panjang. Setiap huruf diucapkan dengan jelas satu persatu dan tidak ada yang tertumpuk.
Dalam membaca al-Qur’an disunnahkan membaca dengan tartil, yaitu bacaan yang lambat dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Di dalam ilmu tajwid inilah akan dijumpai beberapa bacaan yang mengandung mad (panjang), baik panjang bacaan ataupun panjang yang disebabkan oleh ghunnah, ikhfa’, iqlab, idghom, dan lain sebagainya. Membaca al-Qur’an bisa dengan jahr (suara keras), bisa juga dengan suara sîr (pelan), bahkan bisa  juga dibaca dalam hati.
Untuk membaca dengan jahr (terang) huruf-hurufnya, hukumnya dapat didengar oleh orang yang di hadapannya. Bacaan seperti ini disunnahkan oleh Nabi agar dibaca dengan bagus. Bagus di sini mempunyai banyak arti: (1) dapat berarti bagus bacaannya, (2) bagus tajwidnya, (3) bagus suaranya, (4) bagus pula lagu dan variasinya, (5) bagus pengaturan nafasnya, dan (6) bagus mimik mukanya, artinya menyesuaikan makna ayat yang dibaca. Membaca bagus seperti enam macam tadi adalah bacaan yang mujawwad dan tartil.
Bacaan ini adalah bacaan yang paling bagus, karena bacaan tartil adalah bacaan yang sempurna tajwidnya, serta memikirkan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang dibacanya itu. Dan memang itulah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Selain itu, bacaan tartil ini juga lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta lebih mendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat terhadap al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah dalam:
1)      QS. al-Muzammil ayat 4:
÷rr& ÷ŠÎ Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ
Artinya: ”Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan”.
2)      QS. al-Furqân ayat 32:
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºxŸ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös? ÇÌËÈ

Artinya: ”Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”.
Pada masa sahabat Rasulullah, Sayyidina Ali Karâmallâhu Wajhah memberikan penjelasan sebagai berikut االترتيل هو تجويد الحروف و معرفت الوقوف yang artinya: tartil adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti mengenai berhentinya bacaan.
Penjelasan Sayyidina Ali RA tersebut artinya adalah membaguskan huruf-hurufnya. Sebab, tanpa menjaga keindahan bacaan huruf-hurufnya, akan besar kemungkinan merusak makna ayat yang dibaca. Tersirat di dalam memperbagus huruf adalah agar jangan salah makna, sebab itu akan didengarkan oleh Allah dan juga tentunya oleh manusia yang di sekitarnya.
2.      Sari' atau Cepat
Metode TARSANA menggerakkan otak kiri dan otak kanan. Di mulai dengan pengenalan huruf satu persatu yang diucapkan oleh ustadz, kemudian ditirukan oleh para santri, di situ otak kiri bekerja. Kemudian otak kanan digerakkan dengan memberikan irama lagu al-Qur'an pada huruf-huruf yang dibaca tadi. Dengan begitu, para santri lebih mudah memahami dan menghafal huruf-huruf hijaiyah dan sekaligus belajar lagu al-Qur'an dengan cepat dan benar.
TARSANA adalah metode belajar membaca al-Qur'an yang sangat efektif dan efisien. Materi belajar dibuat sepadat mungkin, sehingga hanya terdiri dari 7 halaman, ditambah 1 halaman materi tajwid. Belajar al-Qur'an dengan metode TARSANA membutuhkan waktu yang relatif singkat. Bila diikuti dengan baik dan benar, Insyâ Allah dalam waktu 7 hari, setiap hari 1 jam, santri sudah bisa membaca al-Qur'an. Dan dalam tempo 3 bulan sudah khatam al-Qur'an 30 juz.
Dalam belajar al-Qur'an metode TARSANA, para santri selalu dalam suasana menyenangkan. Hal ini dikarenakan TARSANA menggunakan lagu dan kata-kata yang sudah akrab di telinga para santri, sehingga santri terbawa dalam suasana riang dan gembira. Selain untuk mengenalkan lagu al-Qur'an, juga agar suasana belajar tidak membosankan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sari’ merupakan karakter dari metode TARSANA. Dengan perpaduan komponen-komponen yang tersusun secara rapi dan sistematis, metode TARSANA dapat memunculkan suatu kecepatan dan efisiensi dalam proses pembelajaran bimbingan belajar membaca al-Qur’an.
3.      Nagham
Nagham (نغم) artinya lagu atau irama. Nagham jama’nya adalah   انغام dan إناغيم, yang kemudian dirangkai dengan al-Qur’an menjadi نغم القرآن yang artinya melagukan al-Qur’an, juga bisa disebut تحسين الصو ت dalam membaca al-Qur’an (membaguskan suara dalam mengalunkan bacaan al-Qur’an). Nagham adalah khusus untuk tilâwah al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal dengan sebutan seni baca al-Qur’an. Kata-kata nagham mempunyai arti yang sama dengan kata-kata talhîn (تلحين) atau lahn (لحن), dan tarannum (ترنم) atau tarnîm (ترنيم). Ketiga istilah tersebut sama-sama menunjukkan vokal suara yang bernada seni indah.
Menurut para pakar dzawil ashwât (mempunyai suara indah) seperti Abduh al-Shu’udi, Azra’i Abdul Rauf, dan Mukhtar Luthfi al-Anshary, nagham adalah vokal suara indah tunggal (tanpa diiringi alat musik) dan tidak terikat oleh not balok serta khusus dipergunakan untuk memperindah suara dalam membaca al-Qur’an. Nabi bersabda:
زَيِّنُوْا اْلقُرْآنَ بِأَ صْوَاتِكُمْ (رواه ابو داود)
Artinya: ”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu” (HR. Abu Daud)
Nabi juga menganjurkan dalam haditsnya:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِا لْقُرْ آَنِ (رواه ابو داود)
Artinya: ”Bukanlah termasuk golonganku barang siapa yang tidak melagukan al-Qur’an” (HR. Abu Daud)
Wajar saja jika Nabi mengatakan, ”bukanlah golonganku orang yang tidak melagukan al-Qur’an”, karena diperintahkan oleh Allah untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan memperhatikan isi kandungannya. Orang yang beriman sangat gemar mendengarkan bacaan al-Qur’an, terpanggil jiwanya untuk memahami dan mengkaji isi al-Qur’an. Hatinya akan luluh dengan keindahan ayat-ayat al-Qur’an. Hati yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Sayyidina Umar RA pada saat mendengarkan bacaan al-Qur’an Siti Fatimah (adik kandungnya). Digambarkan oleh firman Allah QS. al-Anfâl: 2 sebagai berikut:
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. 
Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, Nabi Muhammad Saw mendengarkan Abu Musa al-Asy’ari membaca al-Qur’an sampai jauh malam. Sepulang beliau di rumah, beliau ditanya oleh istri beliau, Aisyah RA, ”apa sebabnya pulang sampai jauh malam”. Rasulullah menjawab bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa al-Asy’ari dalam membaca al-Qur’an, yaitu seperti merdunya suara Nabi Daud AS.
Di dalam riwayat banyak sekali diceritakan betapa pengaruh bacaan al-Qur’an pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang setelah mendengarkan bacaan al-Qur’an itu, tidak sedikit hati yang pada mulanya keras dan marah kepada Muhammad Saw serta para pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau mengikuti ajaran Islam.
Al-Imam al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca al-Qur’an adalah sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah tajwid. Demikian juga meresapi maknanya sehingga mempengaruhi jiwanya menjadi sedih atau senang. Menurut Imam Ibnul Jazari sebagaimana yang disepakati oleh para ’ulama bahwa bacaan al-Qur’an yang dapat memukau pendengarannya dan dapat melunakkan hati adalah bacaan al-Qur’an yang baik, bertajwid, dan berirama yang merdu. Dalam melagukan dengan irama yang merdu hukumnya akan menjadi haram jika tidak memperhatikan ahkâmul hurûf, makhârijul hurûf, dan sifatul hurûf.
Secara umum lagu al-Qur’an adalah setiap lagu apa saja yang dapat diterapkan dalam ayat-ayat al-Qur’an, dengan berbagai variasi dan nada suara yang teratur dan harmonis, tanpa menyalahi hukum-hukum bacaan yang digariskan dalam ilmu tajwid.
Kelahiran lagu-lagu al-Qur’an yang hingga saat ini berkembang pesat di Indonesia adalah lagu-lagu tanah Arab atau negara Timur Tengah, sehingga lagu-lagu al-Qur’an yang berkembang di seluruh pelosok dunia termasuk di Indonesia itu merupakan produk dari sana. Dengan kata lain, keragaman lagu al-Qur’an tidak lepas dari kemampuan bangsa Arab dalam seni budaya yang mereka miliki.
Rasulullah Saw adalah seorang qori’ yang mampu mendengungkan suaranya tatkala membaca al-Qur’an. Suatu ketika beliau pernah mendengungkan suaranya dengan lagu dan irama yang cukup memukau masyarakat ketika itu. Abdullah bin Mughoffal menggambarkan suaranya menggelegar, bergelombang, dan berirama sehingga unta yang dinaikinya terperanjat (salah satu ayat yang dibaca adalah surat al-Fath).
Nagham atau lagu yang berkembang saat ini di Indonesia adalah lagu makkawi dan mishri. Adapun jumlah lagu makkawi ada tujuh macam yang disingkat dan dihimpun dalam kalimat: بحمر جسد yang berarti ”jasadnya kemerah-merahan”, yaitu:
( ب )          =         Banjakah
( ح )           =         Hiraab
( م )            =         Maya
( ر )           =         Rakby
( ج )           =         Jiharkah
( س )         =         Sikah
( د )            =         Dukkah
Sedangkan lagu mishri juga ada tujuh macam lagu yang dapat kita himpun dalam ungkapan بحصر جسد , yaitu:
( بياتى )      =         Bayyati
( حجاز )     =         Hijaz
( صبا )       =         Shaba
( راست )    =         Rast
( جهاركاه ) =         Jaharkah
( سيكا )       =         Sika
( نهاوند )    =         Nahawand
Adapun nagham atau lagu yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah lagu rast. Lagu rast ini merupakan jenis yang paling dominan, bahkan merupakan maqam dasar. Maqam ini paling banyak digemari oleh bangsa Arab. Dalam sehari-hari sering digunakan ketika mengumandangkan adzan. Karakteristik lagu ini adalah dinamis dan penuh semangat.

Daftar Pustaka:
Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset, 1995.
Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Sardiman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Muhammad  Makhdlori, Keajaiban Membaca al-Qur’an: Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca al-Qur'an terhadap Kesuksesan Anda, Cet. II. Jogjakarta: DIVA Press, 2007.
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an Qira'at Ashim dari Hafash, Cet. I. Jakarta: Amzah, 2007.
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam . Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis , Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogyakarta, DIVA Press, 2009.
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2002.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
Masyhadi, Pembimbing ke Arah Kesempurnaan Ilmu Tajwid. Surabaya: Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh Wilayah Jawa Timur, 2002.
Abdul Aziz Muslim, ”Hukum Melagukan al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006.
Abi Daud, Sunan Abu Daud, Jilid 1. Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Maria Ulfa, ”Maqamat Arabiyyah dalam Tilawatil al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com